Features Title Here. Consectetur adipisicing elit sed

Features Content Here. Sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat.

DESA PANDAK

Kamis, 18 November 2010

DESA PANDAK 
A.    Data Umum Desa/Kelurahan
1.     Desa/Kelurahan              : PANDAK                                   
2.     Luas Wilayah                  :       KM2                                                         
3.     Batas Desa/Kelurahan                                                     
- Sebelah Utara              :                                             
- Sebelah Selatan           :                                                  
- Sebelah Timur              :                                                   
- Sebelah Barat               :                                                 
4.     Jumlah Penduduk                                                               
laki-laki                       : 522 Jiwa                                      
- Perempuan                  : 548 Jiwa                                         
- Jumlah                        : 1.070 Jiwa                                              
5.     Jumlah Kepala Keluarga  :317  KK                                              
6.     Jumlah KK Miskin            :  KK                                 
   

amrillahtodewi.blogspot.com www.luwuutara.go.id/index.php?option=com_content...id


penyakit menular

Jumat, 12 November 2010

Jenis penyakit yang diderita oleh manusia sangat beragam. Ada penyakit yang disebabkan dari dalam tubuh manusia maupun dari luar tubuh manusia seperti kegagalan fungsi organ tubuh, bakteri,  kuman, racun, virus, jamur, atau keturunan.

Mengapa kita harus mengetahui berbagai jenis penyakit?

Mengetahui berbagai jenis penyakit sangat penting bagi kita agar dapat mencegah timbulnya penyakit atau dapat segera mengantisipasi ketika melihat gejala-gejala atau pun menderita penyakit tertentu. Selain itu, sebaiknya, kita pun mengenal sebab-sebab timbulnya penyakit dan juga gejala-gejala yang tampak saat terjangkit suatu penyakit.

Jenis penyakit terdiri dari:

1.  Jenis penyakit kronis

Jenis penyakit yang terjangkit dalam tubuh manusia dalam kurun waktu yang sangat lama bahkan dapat mengakibatkan kematian, diantaranya:

2.   Jenis penyakit langka

Penderita penyakit ini masih dibilang sedikit, kurang lebih sekitar seratus ribu atau 0,5% dari seluruh penduduk dunia. Pada masa sekarang, penyakit langka ini masih sangat sulit memperoleh obat atau pengobatannya. Penyakit-penyakit tersebut, antara lain :
  • Asidosis tubulus renalis
  • Citrulinemia Fabry disease
  • Morquio, kekurangan enzim lisosom tertentu
  • Multiple sclerosis (MS).
  • Phenylketonuria (PKU)
3.   Jenis penyakit  tidak penyakit menular

Penyakit ini disebabkan masalah metabolisme atau fisiologis pada jaringan tubuh manusia.
  • Batuk
  • Keracunan makanan
  • Ketergantungan dan penyalahgunaan obat terlarang
  • Kecelakaan
  • Penyakit gangguan mental
  • Sakit gigi
  • Sakit perut
  • Sariawan
4.    Jenis penyakit menular

Jenis penyakit yang disebabkan oleh amuba, bakteri, jamur, virus, yang menjangkiti tubuh manusia. Di bawah inidisebutkan beberapa jenis penyakit menular yang umum kita kenal:
  • Anthrax
  • Batuk rejan
  • Cacingan
  • Cacar Air
  • Campak
  • Chikungunya
  • Demam berdarah
  • Demam campak
  • Demam kelenjar
  • Diare
  • Disentri Amuba
  • Hepatitis A
  • Hepatitis B
  • Hepatitis C
  • Impetigo
  • Influenza
  • Kolera
  • Kudis
  • Kutu
  • Kurap
  • Lepra
  • Malaria
  • Penyakit tangan, kaki dan mulut
  • Rabies
  • Radang lambung dan usus
  • Rubella
  • Tetanus

SINOPSIS :
Jenis penyakit yang diderita manusia sangat beragam, ada penyakit langka, kronis, tidak menular, dan menular. Untuk antisipasi, ada baiknya, kita mengetahui lebih banyak lagi penyebab dan juga gejala dari berbagai jenis penyakit.

NURSING SKILL VIDEO

Jumat, 05 November 2010

  • PEMASANGAN NGT
  • PX Liver
  • ANIMASI PERSALINAN
  • Px JANTUNG
  • PEMERIKSAAN FISIK DADA
  • PARTUS NORMAL
  • Px SIST PERNAFASAN
  • Bedah Jantung

Sejarah & Perkembangan Keperawatan di Dunia


SEJAAH
Sejarah keperawatan di dunia diawali pada zaman purbakala (Primitive Culture) sampai pada munculnya Florence Nightingale sebagai pelopor keperawatan yang berasal dari Inggris.
Perkembangan keperwatan sangat dipengaruhi oleh perkembangan struktur dan kemajuan peradaban manusia.
Perkembangan keperawatan diawali pada :
1. Zaman Purbakala (Primitive Culture)
Manusia diciptakan memiliki naluri untuk merawat diri sendiri (tercermin pada seorang ibu). Harapan pada awal perkembangan keperawatan adalah perawat harus memiliki naluri keibuan (Mother Instinc). Dari masa Mother Instic kemudian bergeser ke zaman dimana orang masih percaya pada sesuatu tentang adanya kekuatan mistic yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Kepercayaan ini dikenal dengan nama Animisme. Mereka meyakini bahwa sakitnya seseorang disebabkan karena kekuatan alam/pengaruh gaib seperti batu-batu, pohon-pohon besar dan gunung-gunung tinggi.
Kemudian dilanjutkan dengan kepercayaan pada dewa-dewa dimana pada masa itu mereka menganggap bahwa penyakit disebabkan karena kemarahan dewa, sehingga kuil-kuil didirikan sebagai tempat pemujaan dan orang yang sakit meminta kesembuhan di kuil tersebut. Setelah itu perkembangan keperawatan terus berubah dengan adanya Diakones & Philantrop, yaitu suatu kelompok wanita tua dan janda yang membantu pendeta dalam merawat orang sakit, sejak itu mulai berkembanglah ilmu keperawatan.
2. Zaman Keagamaan
Perkembangan keperawatan mulai bergeser kearah spiritual dimana seseorang yang sakit dapat disebabkan karena adanya dosa/kutukan Tuhan. Pusat perawatan adalah tempat-tempat ibadah sehingga pada waktu itu pemimpin agama disebut sebagai tabib yang mengobati pasien. Perawat dianggap sebagai budak dan yang hanya membantu dan bekerja atas perintah pemimpin agama.
3. Zaman Masehi
Keperawatan dimulai pada saat perkembangan agama Nasrani, dimana pada saat itu banyak terbentuk Diakones yaitu suatu organisasi wanita yang bertujuan untuk mengunjungiorang sakit sedangkan laki-laki diberi tugas dalam memberikan perawatan untuk mengubur bagi yang meninggal.
Pada zaman pemerintahan Lord-Constantine, ia mendirikan Xenodhoecim atau hospes yaitu tempat penampungan orang-orang sakit yang membutuhkan pertolongan. Pada zaman ini berdirilah Rumah Sakit di Roma yaitu Monastic Hospital.
4. Pertengahan abad VI Masehi
Pada abad ini keperawatan berkembang di Asia Barat Daya yaitu Timur Tengah, seiring dengan perkembangan agama Islam. Pengaruh agama Islam terhadap perkembangan keperawatan tidak lepas dari keberhasilan Nabi Muhammad SAW menyebarkan agama Islam.
Abad VII Masehi, di Jazirah Arab berkembang pesat ilmu pengetahuan seperti Ilmu Pasti, Kimia, Hygiene dan obat-obatan. Pada masa ini mulai muncul prinsip-prinsip dasar keperawatan kesehatan seperti pentingnya kebersihan diri, kebersihan makanan dan lingkungan. Tokoh keperawatan yang terkenal dari Arab adalah Rufaidah.
5. Permulaan abad XVI
Pada masa ini, struktur dan orientasi masyarakat berubah dari agama menjadi kekuasaan, yaitu perang, eksplorasi kekayaan dan semangat kolonial. Gereja dan tempat-tempat ibadah ditutup, padahal tempat ini digunakan oleh orde-orde agama untuk merawat orang sakit. Dengan adanya perubahan ini, sebagai dampak negatifnya bagi keperawatan adalah berkurangnya tenaga perawat. Untuk memenuhi kurangnya perawat, bekas wanita tuna susila yang sudah bertobat bekerja sebagai perawat. Dampak positif pada masa ini, dengan adanya perang salib, untuk menolong korban perang dibutuhkan banyak tenaga sukarela sebagai perawat, mereka terdiri dari orde-orde agama, wanita-wanita yang mengikuti suami berperang dan tentara (pria) yang bertugas rangkap sebagai perawat.
Pengaruh perang salib terhadap keperawatan :
a. Mulai dikenal konsep P3K
b. Perawat mulai dibutuhkan dalam ketentaraan sehingga timbul peluang kerja bagi perawat dibidang sosial.
Ada 3 Rumah Sakit yang berperan besar pada masa itu terhadap perkembangan keperawatan :
1. Hotel Dieu di Lion
Awalnya pekerjaan perawat dilakukan oleh bekas WTS yang telah bertobat. Selanjutnya pekerjaan perawat digantikan oleh perawat terdidik melalui pendidikan keperawatan di RS ini.
2. Hotel Dieu di Paris
Pekerjaan perawat dilakukan oleh orde agama. Sesudah Revolusi Perancis, orde agama dihapuskan dan pekerjaan perawat dilakukan oleh orang-orang bebas. Pelopor perawat di RS ini adalah Genevieve Bouquet.
3. ST. Thomas Hospital (1123 M)
Pelopor perawat di RS ini adalah Florence Nightingale (1820). Pada masa ini perawat mulai dipercaya banyak orang. Pada saat perang Crimean War, Florence ditunjuk oleh negara Inggris untuk menata asuhan keperawatan di RS Militer di Turki. Hal tersebut memberi peluang bagi Florence untuk meraih prestasi dan sekaligus meningkatkan status perawat. Kemudian Florence dijuluki dengan nama “ The Lady of the Lamp”.
6. Perkembangan keperawatan di Inggris
Florence kembali ke Inggris setelah perang Crimean. Pada tahun 1840 Inggris mengalami perubahan besar dimana sekolah-sekolah perawat mulai bermunculan dan Florence membuka sekolah perawat modern. Konsep pendidikan Florence ini mempengaruhi pendidikan keperawatan di dunia.
Kontribusi Florence bagi perkembangan keperawatan a. l :
a. Nutrisi merupakan bagian terpenting dari asuhan keperawatan.
b. Okupasi dan rekreasi merupakan terapi bagi orang sakit
c. Manajemen RS
d. Mengembangkan pendidikan keperawatan
e. Perawatan berdiri sendiri berbeda dengan profesi kedokteran
f. Pendidikan berlanjut bagi perawat.
Sejarah dan Perkembangan Keperawatan di Indonesia
Sejarah dan perkembangan keperawatan di Indonesia dimulai pada masa penjajahan Belanda sampai pada masa kemerdekaan.
1. Masa Penjajahan Belanda
Perkembangam keperawatan di Indonesia dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi yaitu pada saat penjajahan kolonial Belanda, Inggris dan Jepang. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, perawat berasal dari penduduk pribumi yang disebut Velpeger dengan dibantu Zieken Oppaser sebagai penjaga orang sakit.
Tahun 1799 didirikan rumah sakit Binen Hospital di Jakarta untuk memelihara kesehatan staf dan tentara Belanda. Usaha pemerintah kolonial Belanda pada masa ini adalah membentuk Dinas Kesehatan Tentara dan Dinas Kesehatan Rakyat. Daendels mendirikan rumah sakit di Jakarta, Surabaya dan Semarang, tetapi tidak diikuti perkembangan profesi keperawatan, karena tujuannya hanya untuk kepentingan tentara Belanda.
2. Masa Penjajahan Inggris (1812 – 1816)
Gurbernur Jenderal Inggris ketika VOC berkuasa yaitu Raffles sangat memperhatikan kesehatan rakyat. Berangkat dari semboyannya yaitu kesehatan adalah milik manusia, ia melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki derajat kesehatan penduduk pribumi antara lain :
- pencacaran umum
- cara perawatan pasien dengan gangguan jiwa
- kesehatan para tahanan
Setelah pemerintahan kolonial kembali ke tangan Belanda, kesehatan penduduk lebih maju. Pada tahun 1819 didirikan RS. Stadverband di Glodok Jakarta dan pada tahun 1919 dipindahkan ke Salemba yaitu RS. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Tahun 1816 – 1942 berdiri rumah sakit – rumah sakit hampir bersamaan yaitu RS. PGI Cikini Jakarta, RS. ST Carollus Jakarta, RS. ST. Boromeus di Bandung, RS Elizabeth di Semarang. Bersamaan dengan itu berdiri pula sekolah-sekolah perawat.
3. Zaman Penjajahan Jepang (1942 – 1945)
Pada masa ini perkembangan keperawatan mengalami kemunduran, dan dunia keperawatan di Indonesia mengalami zaman kegelapan. Tugas keperawatan dilakukan oleh orang-orang tidak terdidik, pimpinan rumah sakit diambil alih oleh Jepang, akhirnya terjadi kekurangan obat sehingga timbul wabah.
4. Zaman Kemerdekaan
Tahun 1949 mulai adanya pembangunan dibidang kesehatan yaitu rumah sakit dan balai pengobatan. Tahun 1952 didirikan Sekolah Guru Perawat dan sekolah perawat setimgkat SMP. Pendidikan keperawatan profesional mulai didirikan tahun 1962 yaitu Akper milik Departemen Kesehatan di Jakarta untuk menghasilkan perawat profesional pemula. Pendirian Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK) mulai bermunculan, tahun 1985 didirikan PSIK ( Program Studi Ilmu Keperawatan ) yang merupakan momentum kebangkitan keperawatan di Indonesia. Tahun 1995 PSIK FK UI berubah status menjadi FIK UI. Kemudian muncul PSIK-PSIK baru seperti di Undip, UGM, UNHAS dll.

5 Manfaat Air Bagi Tubuh



Sudahkah Anda mengetahui secara tepat manfaat air bagi kesehatan tubuh ? Mungkin Anda pernah mendengar dan sudah sejak lama membaca bahwa air adalah komponen yang sangat dibutuhkan tubuh. Ternyata lebih dari sekadar menghilangkan rasa haus, minum 8 - 10 gelas air sehari secara rutin dapat membuat berbagai sistem yang terdapat dalam tubuh kita bekerja secara optimal.
  1. Kulit sehat. Minum cukup air dapat menjaga kelembapan kulit akibat pengaruh udara panas dari
    luar tubuh. Air sangat penting untuk menjaga elastisitas dan kelembutan kulit, serta mencegah
    kekeringan.
  2. Melindungi dan melumasi gerakan sendi dan otot. Sebagian besar cairan yang melindungi dan
    melunasi gerakan sendi dan otot terdiri dari air. Mengonsumsi air sebelum, selama dan setelah melakukan aktivitas fisik, berarti meminimalkan risiko kejang otot dan kelelahan.
  3. Menjaga kestabilan suhu tubuh. Keringat adalah mekanisme alamiah untuk mengendalikan suhu
    tubuh. Agar dapat berkeringat, tubuh membutuhkan cukup banyak air.
  4. Membersihkan racun. Asupan air yang cukup dapat membantu proses pembuangan racun yang terjadi
    pada ginjal dan hati.
  5. Menstabilkan pembuangan. Konsumsi air yang cukup akan membantu kerja sistem pencernaan didalam usus besar. Proses ini akan mencegah ganggguan pembuangan (konstipasi), karena gerakan usus menjadi lebih lancar, sehingga feses lebih mudah dikeluarkan.

Kimia Keperawatan

Minggu 1
Materi Orientasi Mata Ajar
Atom, Molekul, dan Ion
1. Atom, molekul, senyawa
2. Ikatan kimia
3. Unsur-unsur kimia yang terdapat dalam tubuh manusia
Pendahuluan Kimia Organik
Media OHP, TOA, transparan, white board, spidol
Referensi Cree, L. and Sandara Rischmiller. Science in Nursing. Secaond edition. Sydney:
W.B. Saunders/Bailliere Tindall, 1989
Hickman, R. and Martin Coan. Nursing Science: Matter and Energy in the
Human Body. Melbourne: Macmillan Education Australia Pty Limeted, 1995.
Aktivitas ceramah, diskusi
Minggu 2
Materi Air, cairan esensial
1. Sifat-sifat air
2. Kepolaran molekul air
3. Ikatan hidrogen dan hubungannya dengan sifat-sifat air
4. Fungsi air dalam tubuh
Hidrokarbon Alifatik
Media OHP, TOA, transparan, white board, spidol
Referensi Cree, L. and Sandara Rischmiller. Science in Nursing. Secaond edition. Sydney:
W.B. Saunders/Bailliere Tindall, 1989
Hickman, R. and Martin Coan. Nursing Science: Matter and Energy in the
Human Body. Melbourne: Macmillan Education Australia Pty Limeted, 1995.
Aktivitas ceramah, diskusi
Minggu 3
Materi Fase gas
1. Sifat umum gas
2. Kelarutan gas dalam zat cair
3. Hukum gas
Alkohol dan Eter
Media OHP, TOA, transparan, white board, spidol
Referensi Cree, L. and Sandara Rischmiller. Science in Nursing. Secaond edition. Sydney:
W.B. Saunders/Bailliere Tindall, 1989
Hickman, R. and Martin Coan. Nursing Science: Matter and Energy in the
Human Body. Melbourne: Macmillan Education Australia Pty Limeted, 1995.
Aktivitas ceramah, diskusi
Minggu 4
Materi Larutan
1. Klasifikasi larutan
2. Perhitungan konsentrasi larutan
Aldehid dan Keton
Media OHP, TOA, transparan, white board, spidol
Referensi Cree, L. and Sandara Rischmiller. Science in Nursing. Secaond edition. Sydney:
W.B. Saunders/Bailliere Tindall, 1989
Hickman, R. and Martin Coan. Nursing Science: Matter and Energy in the
Human Body. Melbourne: Macmillan Education Australia Pty Limeted, 1995.
Aktivitas ceramah, diskusi
Minggu 5
Materi Kesetimbangan asam basa
1. Asam dan basa
2. Netralisasi dan pembentukan garam
3. Sistem buffer dan kontrol pH
Asam karboksilat dan ester
Media OHP, TOA, transparan, white board, spidol
Referensi Cree, L. and Sandara Rischmiller. Science in Nursing. Secaond edition. Sydney:
W.B. Saunders/Bailliere Tindall, 1989
Hickman, R. and Martin Coan. Nursing Science: Matter and Energy in the
Human Body. Melbourne: Macmillan Education Australia Pty Limeted, 1995.
Aktivitas ceramah, diskusi
Minggu 6
Materi Cairan tubuh
1. Kompartmen cairan tubuh
2. Pergerakan air dan zat terlarut diantara kompartmen cairan tubuh
3. Diffusi: osmosis dan dialisis
4. Ketonusan: larutan isotonik, hipotonik dan hipertonik
Hidrokarbon aromatik
Amina dan Amida
Media OHP, TOA, transparan, white board, spidol
Referensi Cree, L. and Sandara Rischmiller. Science in Nursing. Secaond edition. Sydney:
W.B. Saunders/Bailliere Tindall, 1989
Hickman, R. and Martin Coan. Nursing Science: Matter and Energy in the
Human Body. Melbourne: Macmillan Education Australia Pty Limeted, 1995.
Aktivitas ceramah, diskusi
Minggu 7
Materi Karbohidrat
1. Struktur dan fungsi karbohidrat
2. Klasifikasi karbohidrat: monosakarida, disakarida, oligosakarida, polisakarida
Media OHP, TOA, transparan, white board, spidol
Referensi Cree, L. and Sandara Rischmiller. Science in Nursing. Secaond edition. Sydney:
W.B. Saunders/Bailliere Tindall, 1989
Hickman, R. and Martin Coan. Nursing Science: Matter and Energy in the
Human Body. Melbourne: Macmillan Education Australia Pty Limeted, 1995.
Aktivitas ceramah, diskusi
Minggu 8
Materi Ujian Tengah Semester (UTS)
Media
Referensi
Aktivitas
Minggu 9
Materi Lipid
1. Struktur dan fungsi lipid
2. Klasifikasi lipid: lipid sederhana, lipid kompleks, prostagladin dan leukotriena
Media OHP, TOA, transparan, white board, spidol
Referensi Cree, L. and Sandara Rischmiller. Science in Nursing. Secaond edition. Sydney:
W.B. Saunders/Bailliere Tindall, 1989
Hickman, R. and Martin Coan. Nursing Science: Matter and Energy in the
Human Body. Melbourne: Macmillan Education Australia Pty Limeted, 1995.
Aktivitas ceramah, diskusi
Minggu 10
Materi Asam Amino dan Protein
1. Struktur dan sifat asam amino
2. Klasifikasi protein
3. Struktur organisasi protein
4. Hidrolisis dan denaturasi protein
Media OHP, TOA, transparan, white board, spidol
Referensi Cree, L. and Sandara Rischmiller. Science in Nursing. Secaond edition. Sydney:
W.B. Saunders/Bailliere Tindall, 1989
Hickman, R. and Martin Coan. Nursing Science: Matter and Energy in the
Human Body. Melbourne: Macmillan Education Australia Pty Limeted, 1995.
Aktivitas ceramah, diskusi
Minggu 11
Materi Praktikum 1
Orientasi laboratorium kimia
Teknik-teknik bekerja di laboratorium kimia
Media Alat-alat laboratorium kimia
1. Alat-alat pemanas
2. Alat-alat gelas
3. Lain-lain: neraca (analitis dan kasar), lemari asam
Referensi Munandar, Ismunaryo, dkk. Penuntun Praktikum Kimia Dasar untuk Mahasiswa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Laboratorium Kimia Dasar
Jurusan Kimia FMIPA-UI. 2003
Aktivitas Pengarahan petunjuk tata tertib bekerja di laboratorium kimia
inventarisasi alat
Minggu 12
Materi Praktikum 2
Kesetimbangan asam basa
Media Peralatan :
1. pH meter
2. Indikator metil jingga, fenolftalein, brom timol biru, alizarin kuning, metil
merah,
brom kresol hijau
3. Larutan dengan berbagai pH
4. Larutan buffer fosfat, buffer asetat, buffer ammonia
Referensi Munandar, Ismunaryo, dkk. Penuntun Praktikum Kimia Dasar untuk Mahasiswa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Laboratorium Kimia Dasar
Jurusan Kimia FMIPA-UI. 2003
Aktivitas 1. Pretest
2. Mengenali kekhasan warna beberapa indikator
3. Mengukur pH dengan pH meter
4. Mengukur pH dari berbagai larutan
5. Menentukan pH pada larutan tanpa buffer
6. Menentukan pH pada larutan dengan buffer
7. Membuat laporan praktikum
Minggu 13
Materi Praktikum 3
Kimia Analisis Kuantitatif (Volumetri)
Media 1. Alat gelas: erlemeyer, pengaduk kaca, labu ukur, beaker glass
2. Alat titrasi: buret, ring stand, klem buret
3. Larutan standar H2C2O4, indikator fenolftalein, HCl, NaOH, minuman sari
buah jeruk
Referensi Munandar, Ismunaryo, dkk. Penuntun Praktikum Kimia Dasar untuk Mahasiswa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Laboratorium Kimia Dasar
Jurusan Kimia FMIPA-UI. 2003
Aktivitas 1. Pretest
2. Menentukan normalitas larutan NaOH
3. Menetapkan normalitas larutan HCl
4. Menentukan kadar asam dari sari buah
5. Membuat laporan praktikum
Minggu 14
Materi Praktikum 4
Ikatan Kovalen (Kimia Karbon)
Media 1. Alat gelas: tabung reaksi, pengaduk kaca
2. Botol semprot, rak tabung reaksi
3. Berbagai senyawa organik: CCl4, paravin wax, larutan brom dalam CCl4,
KMnO4, metanol, etanol, isopropilalkohol, benzaldehid, vanilin, kamfer,
formaldehid, reagen fehling dan tollens
Referensi Munandar, Ismunaryo. Penuntun Praktikum Kimia Dasar untuk mahasiswa FIK
UI. Laboratorium Kimia Dasar Jurusan Kimia FMIPA-UI. 2003
Aktivitas 1. Pretest
2. Mengamati sifat fisik hidrokarbon
3. Melakukan uji brom, uji KMnO4
4. Mengamati sifat fisik alkohol
5. Membandingkan viskositas etilena glikol dan gliserol
6. Mengamati sifat fisik fenol
7. Mengamati sifat fisik aldehid dan keton
8. Melakukan uji Fehling dan uji Tollens
9. Mensintesis ester, hidrolisis ester
10.Mengamati kebasaan amoniak, amina dan amida
Minggu 15
Materi Praktikum 5
Pendahuluan biokimia
Media 1. Alat gelas: tabung reaksi, pipet tetes, pengaduk kaca
2. Rak tabung reaksi, hot plate
3. Karbohidrat (glukosa, laktosa, fruktosa, sukrosa, maltosa, kanji)
4. Reagen Fehling, reagen Molish
5. Lipid (kolesterol, lesitin, lemak, minyak jagung, lanolin)
6. Reagen akrolein
7. Asam amino dan protein (putih telur, gelatin, asam glutamat, tirosin)
8. Reagen biuret, ninhidrin
Referensi Munandar, Ismunaryo. Penuntun Praktikum Kimia Dasar untuk mahasiswa FIK
UI. Laboratorium Kimia Dasar Jurusan Kimia FMIPA-UI. 2003
Aktivitas 1. Pretest
2. Mengamati sifat fisik karbohidrat (rasa manis)
3. Melakukan uji fehling, uji molish pada karbohidrat
4. Mengamati sifat fisik lipid
5. Melakukan uji akrolein
6. Melakukan uji biuret, ninhidrin pada asam amino dan protein
Minggu 16
Materi Ujian Akhir Semester (UAS)
Ujian Praktikum
Media
Referensi
Aktivitas

Tafsir Mimpi

Selamat Datang di TafsirMimpi.org!

TafsirMimpi.Org adalah situs yang berisi kamus makna mimpi dari berbagai topik yang dipilah berdasarkan huruf depan topik yang bersangkutan. Situs ini diperbarui secara berkala, dengan menggunakan referensi dari berbagai sumber, baik online maupun offline. Selengkapnya »

Daftar Tafsir Mimpi Terbaru


 
Temukan tafsir mimpi lainnya dengan mengklik tautan berikut ini sesuai dengan huruf depan topik mimpi yang ingin Anda cari artinya: A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, R, S, T, U, W, Y, Z,

Tips Mencari Arti Mimpi Anda


Jika mimpi Anda berfokus pada satu topik / obyek saja, gunakan kotak pencarian yang ada di bagian kanan atas untuk mencari mimpi-mimpi yang berhubungan dengan topik / obyek tersebut. Anda juga bisa langsung menuju ke halaman kategori mimpi dengan mengklik huruf awal dari obyek mimpi yang bersangkutan.
Sedangkan jika mimpi Anda terdiri dari beberapa topik / obyek, lakukan langkah di atas untuk masing-masing topik / obyek mimpi Anda.
Selamat mencari makna mimpi Anda, kawan!

Firasat Atau Bunga Tidur?


Mimpi tidak selalu merupakan pertanda, melainkan juga bisa saja sekedar bunga tidur. Jika Anda sudah membaca artikel mengenai interpretasi mimpi, maka Anda akan paham bahwa banyak sekali faktor yang membuat seseorang bisa bermimpi. Jadi perlu diperhatikan bahwa adanya tafsir mimpi Anda di situs ini bukan berarti bahwa hal tersebut benar-benar merupakan firasat. Begitu pula sebaliknya.
Sebagai contoh, pada saat Anda mencari arti mimpi bersetubuh atau arti mimpi potong rambut, bukan berarti bahwa apa yang tercantum di situ akan benar-benar terjadi. Sebaliknya, jika itu benar terjadi, bukan berarti bahwa akan berlangsung dalam waktu singkat. Untuk penjelasan lebih lanjut, coba baca artikel mimpi menurut islam dimana ada contoh mengenai mimpi yang baru terbukti bertahun-tahun kemudian.
So, apa pun makna mimpinya, jadikanlah hal tersebut sebagai bahan intropeksi bagi diri Anda dan tetap berpegang pada Tuhan Yang Maha Esa ya :)

Planet Baru

Delapan Planet Baru Ditemukan
kcm
DELAPAN planet baru di tata surya kembali ditemukan, baru-baru ini. Penemunya, astronom asal Indonesia Johny Setiawan. Ia bekernya di Max Planck Institute for Astronomy Jerman.
TIGA di antara delapan planet baru yang dinamai HD 47536c, HD 110014b, dan HD 110014c akan dipublikasikan tahun depan dalam jurnal astronomi. Adapun lima lainnya telah teridentifikasi, tapi makalahnya masih dalam penyusunan.
Hal ini diungkapkan Johny Setiawan di sela acara 2008 Asian Science Camp di Sanur, Bali, Rabu (6/8). Pertemuan ini dihadiri para siswa peraih medali olimpiade fisika dan kimia internasional dari Indonesia dan negara Asia lainnya. Mereka berkesempatan mendengarkan presentasi dan berdialog dengan lima peraih Nobel dan ilmuwan dunia.
Kegiatan ini berlangsung hingga Sabtu (9/8). Para peraih Nobel itu adalah Yuan Tseh Lee (Nobel Kimia, 1986), Richard Robert Ernst (Nobel Kimia, 1991), Douglas Osheroff (Nobel Fisika, 1996), Masatoshi Koshiba (Nobel Fisika, 2002), dan David Gross (Nobel Fisika, 2004).
Johny mempresentasikan makalah berjudul Astronomy: A Culture, Science, and Philosophy for the Humanity dan Search for Life in Other Solar Systems. Sebagai ilmuwan postdoctoral di Departemen Planet dan Formasi Bintang Max Planck Institute for Astronomy (MPIA) sejak tahun 2003, Johny meneliti planet extrasolar (di luar sistem matahari) yang mengelilingi bintang muda dan evolusi bintang serta stelar atmosfer atau pulsasi dan aktivitas khromosferik.
Menurut Johny, satu-satunya ilmuwan non-Jerman di antara tiga peneliti planet lainnya di MPIA, sekarang ini dengan adanya teleskop modern bukan hal sulit untuk menemukan bintangbintang yang bertebaran di jagat raya ini.
Dengan teropong optik yang dipadukan sistem komputer, benda langit yang memancarkan cahaya itu dapat teridentifikasi. Yang sulit adalah melihat adanya planet-planet yang mengitari bintang-bintang yang jaraknya dari bumi ribuan tahun cahaya.
Planet, yang hanya memantulkan cahaya dari bintang induknya, penampakannya 10 juta kali lebih redup daripada bintang atau matahari yang dikitarinya.
Namun, dengan adanya pergerakan radial bintang karena dipengaruhi gaya tarik-menarik dengan planet yang mengitarinya, keberadaan planet dapat diketahui secara tidak langsung. Pergerakan radial itu dapat dilihat dengan alat spektrograf yang berfungsi mengurai cahaya bintang menjadi komponen cahaya.
Seperti halnya cahaya matahari yang dapat diurai menjadi warna-warna pelangi, garis-garis spektrum cahaya itu dijadikan kunci untuk mengetahui keberadaan planet. Bila pada garis spektrum itu terjadi osilasi atau pergerakan pendar ke kiri atau kanan itu adalah indikasi ada planet yang mengitarinya. “Bila garis spektrum ke arah biru berarti planet bergerak mendekati posisi pengamatan, bila ke warna merah berarti menjauh,” kata Johny.(kcm)
Bintang Induk Tak Sendiri
PLANET
HD 47536c dipastikan keberadaannya pada Mei 2008 dan akan mulai dipublikasikan dalam jurnal Astronomy and Astrophysic.
Planet ini berada dalam satu tata surya dengan planet yang ditemukan 9 tahun lalu, yaitu HD 47536b (Henry dan Draper, nama astronom AS yang menyusun katalog perbintangan). Angkaangka itu menunjukkan satu posisi tertentu di jagat raya, sedangkan huruf kecil b dan c artinya planet pertama dan kedua. Bintang induk sendiri diberi tanda huruf besar A.
Pada penelitian sebelumnya keberadaan planet kedua itu, kata Johny yang biasa bekerja mulai pukul 18.00 hingga 07.00, tak terdeteksi karena masa edarnya 1.600 hari. Sedangkan planet pertama 400 hari. Menurut dia, tidak tertutup kemungkinan dalam tata surya itu ditemukan planet lain.
Johny yang menamatkan S-1 dan S-3-nya di Freiburg, Jerman, melaksanakan penelitian itu dalam proyek Seram (Search for Exoplanet with Radial-velocity at MPIA) menggunakan teleskop berdiameter 2,2 meter. Ia juga melaksanakan proyek penelitian Exoplanet Search with PRIMA (Phase-Referenced Imaging and Micro-arcsecond Astrometry).
Sejak bergabung di MPIA tahun 2003, Johny yang akan berusia 34 tahun pada 16 Agustus nanti juga telah menemukan Planet HD 11977b (2005) dengan masa edar 700 hari, HD 70573b (2007) dengan masa edar 900 hari, dan TW HYDRAEb (2008) beredar 3,5 hari. Dua planet lainnya yang akan dipublikasikan tahun depan adalah HD 110014b & c yang masing-masing bermasa edar 135 hari dan 850 hari. (kcm)
Jumlahnya Lebih dari 135
SEJAK
tahun 1999, tim astronom Eropa dan Brasil di bawah pimpinan Johny Setiawan dari Max-Planck Institut telah mengikuti pergerakan bintang HD 11977 A.
Mereka menggunakan spektrograf berresolusi tinggi, yang bernama FEROS, ditempatkan di teleskop bergaris tengah 2.2 meter di observatorium milik European Southern Observatory di La Silla (Chile).
Metode yang digunakan adalah berdasarkan pada prinsip Doppler. Bintang dan pengedarnya bergerak mengorbit titik berat sistem bersama. Ketika bintang dalam garis pandang pengamat (arah radial) bergerak mendekat ke pengamat, garis-garis spektrumnya akan bergeser ke arah panjang gelombang yang lebih pendek. Jika bintang tersebut menjauh dari pengamat, maka garis-garis spektrumnya akan bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang.
Dari pergeseren garis-garis spektrum tersebut maka kecepatan bintang dalam arah radial (dinamakan kecepatan radial) dapat diukur. Hanya dan hanya jika kecepatan radial tersebut tidak berasal dari aktivitas bintang (misalnya bintik bintang), maka dapat disimpulkan akan adanya sebuah benda pengedar. Dari kurva pengukuran tersebut massa minimum benda pengedar tadi dapat dihitung. Dalam kasus HD 11977 B, massa yang didapat adalah termasuk dalam massa planit-planit.
Dengan metode ini sebenarnya sudah lebih dari 135 planet telah ditemukan. Akan tetapi, keunikan dari penenuman HD 11977 B terletak dalam bintang induknya sendiri, yaitu di massa bintang tersebut. Bintang HD 11977 A mempunyai massa yang satu setengah sampai hampir dua kali massa matahari.
Sampai sekarang, bintang-bintang bermassa menengah seperti ini masih jarang diselidiki untuk pencarian planet-planet ekstrasolar.
HD 11977 B adalah planet pertama yang mengedar pada bintang sejenis di mana massa bintangnya dihitung secara akurat melalui pengukuran spektroskopis.
Sumber : Tribun jabar

Ciri-ciri Penyakit Sifilis

Rabu, 03 November 2010

SIFILIS merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS) yang banyak terjadi pada lelaki yang sering bergonta ganti pasangan. Penyakit ini bisa menular jika ia melakukan hubungan seksual dengan wanita lainnya. Namun tidak hanya sebatas itu, seorang ibu yang sedang hamil, yang telah tertular penyakit ini, bisa menularkannya kepada janinnya.

Kalau Anda menduga bahwa Anda menderita sifilis atau kalau Anda mempunyai pasangan yang mungkin menderitanya, Anda dan pasangan perlu mengunjungi dokter spesialis kulit dan kelamin. Kalau mereka mendiagnosa adanya sifilis, Anda akan diberikan antibiotik. Setiap orang yang menjadi partner seksual tanpa perlindungan juga harus segera diperiksa untuk mengetahui apakah mereka telah terinfeksi sifilis. Begitulah himbauan dokter menyangkut penyakit ini.

Namun demikian bagaimana penyakit sifilis ini sesungguhnya? Mungkin sedikit uraian berikut ini bisa membantu Anda.

Sifilis atau yang disebut dengan ‘raja singa’ disebabkan oleh sejenis bakteri yang bernama treponema pallidum. Bakteri yang berasal dari famili spirochaetaceae ini, memiliki ukuran yang sangat kecil dan dapat hidup hampir di seluruh bagian tubuh. Spirochaeta penyebab sifilis dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang lain melalui hubungan genito-genital (kelamin-kelamin) maupun oro-genital (seks oral). Infeksi ini juga dapat ditularkan oleh seorang ibu kepada bayinya selama masa kehamilan. Anda tidak dapat tertular oleh sifilis dari handuk, pegangan pintu atau tempat duduk WC.

Gambaran tentang penyakit sifilis seperti yang dikemukakan tersebut mungkin masih membuat Anda penasaran, karena wanita yang tidak tahu kalau suaminya sering ‘jajan’ mungkin tidak menyadari kalau dirinya sudah mengidap penyakit sifilis.

Jadi uraian selanjutnya adalah mengenali gejala yang mungkin terjadi pada wanita, yang terurai dalam empat stadium berbeda.

- Stadium satu. Stadium ini ditandai oleh munculnya luka yang kemerahan dan basah di daerah vagina, poros usus atau mulut. Luka ini disebut dengan chancre, dan muncul di tempat spirochaeta masuk ke tubuh seseorang untuk pertama kalinya. Pembengkakan kelenjar getah bening juga ditemukan selama stadium ini. Setelah beberapa minggu, chancre tersebut akan menghilang. Stadium ini merupakan stadium yang sangat menular.

- Stadium dua. Kalau sifilis stadium satu tidak diobati, biasanya para penderita akan mengalami ruam, khususnya di telapak kaki dan tangan. Mereka juga dapat menemukan adanya luka-luka di bibir, mulut, tenggorokan, vagina dan dubur. Gejala-gejala yang mirip dengan flu, seperti demam dan pegal-pegal, mungkin juga dialami pada stadium ini. Stadium ini biasanya berlangsung selama satu sampai dua minggu.

- Stadium tiga. Kalau sifilis stadium dua masih juga belum diobati, para penderitanya akan mengalami apa yang disebut dengan sifilis laten. Hal ini berarti bahwa semua gejala penyakit akan menghilang, namun penyakit tersebut sesungguhnya masih bersarang dalam tubuh, dan bakteri penyebabnya pun masih bergerak di seluruh tubuh. Sifilis laten ini dapat berlangsung hingga bertahun-tahun lamanya.

- Stadium empat. Penyakit ini akhirnya dikenal sebagai sifilis tersier. Pada stadium ini, spirochaeta telah menyebar ke seluruh tubuh dan dapat merusak otak, jantung, batang otak dan tulang.

Sedangkan pada lelaki yang telah tertular oleh sifilis memiliki gejala-gejala yang mirip dengan apa yang dialami oleh seorang penderita wanita. Perbedaan utamanya ialah bahwa pada tahap pertama, chancre tersebut akan muncul di daerah penis. Dan pada tahap kedua, akan muncul luka-luka di daerah penis, mulut, tenggorokan dan dubur.

Orang yang telah tertular oleh spirochaeta penyebab sifilis dapat menemukan adanya chancre setelah tiga hari - tiga bulan bakteri tersebut masuk ke dalam tubuh. Kalau sifilis stadium satu ini tidak diobati, tahap kedua penyakit ini dapat muncul kapan saja, mulai dari tiga sampai enam minggu setelah timbulnya chancre.

Sifilis dapat mempertinggi risiko terinfeksi HIV. Hal ini dikarenakan oleh lebih mudahnya virus HIV masuk ke dalam tubuh seseorang bila terdapat luka. Sifilis yang diderita juga akan sangat membahayakan kesehatan seseorang bila tidak diobati. Baik pada penderita lelaki maupun wanita, spirochaeta dapat menyebar ke seluruh tubuh dan menyebabkan rusaknya organ-organ vital yang sebagian besar tidak dapat dipulihkan. Sifilis pada ibu hamil yang tidak diobati, juga dapat menyebabkan terjadinya cacat lahir primer pada bayi yang ia kandung.

HIV/AIDS

Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV;[1] atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).
Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.[2][3] Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara.[4] Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia.[5] Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak.[5] Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya manusia di sana. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia di semua negara.[6]
Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Terkadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).

Daftar isi

[sembunyikan]

Gejala dan komplikasi

Gejala-gejala utama AIDS.
Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS.[7] HIV memengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.
Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam, berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan.[8][9] Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien.

Penyakit paru-paru utama

Foto sinar-X pneumonia pada paru-paru, disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii.
Pneumonia pneumocystis (PCP)[10] jarang dijumpai pada orang sehat yang memiliki kekebalan tubuh yang baik, tetapi umumnya dijumpai pada orang yang terinfeksi HIV.
Penyebab penyakit ini adalah fungi Pneumocystis jirovecii. Sebelum adanya diagnosis, perawatan, dan tindakan pencegahan rutin yang efektif di negara-negara Barat, penyakit ini umumnya segera menyebabkan kematian. Di negara-negara berkembang, penyakit ini masih merupakan indikasi pertama AIDS pada orang-orang yang belum dites, walaupun umumnya indikasi tersebut tidak muncul kecuali jika jumlah CD4 kurang dari 200 per µL.[11]
Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi unik di antara infeksi-infeksi lainnya yang terkait HIV, karena dapat ditularkan kepada orang yang sehat (imunokompeten) melalui rute pernapasan (respirasi). Ia dapat dengan mudah ditangani bila telah diidentifikasi, dapat muncul pada stadium awal HIV, serta dapat dicegah melalui terapi pengobatan. Namun demikian, resistensi TBC terhadap berbagai obat merupakan masalah potensial pada penyakit ini.
Meskipun munculnya penyakit ini di negara-negara Barat telah berkurang karena digunakannya terapi dengan pengamatan langsung dan metode terbaru lainnya, namun tidaklah demikian yang terjadi di negara-negara berkembang tempat HIV paling banyak ditemukan. Pada stadium awal infeksi HIV (jumlah CD4 >300 sel per µL), TBC muncul sebagai penyakit paru-paru. Pada stadium lanjut infeksi HIV, ia sering muncul sebagai penyakit sistemik yang menyerang bagian tubuh lainnya (tuberkulosis ekstrapulmoner). Gejala-gejalanya biasanya bersifat tidak spesifik (konstitusional) dan tidak terbatasi pada satu tempat.TBC yang menyertai infeksi HIV sering menyerang sumsum tulang, tulang, saluran kemih dan saluran pencernaan, hati, kelenjar getah bening (nodus limfa regional), dan sistem syaraf pusat.[12] Dengan demikian, gejala yang muncul mungkin lebih berkaitan dengan tempat munculnya penyakit ekstrapulmoner.

Penyakit saluran pencernaan utama

Esofagitis adalah peradangan pada kerongkongan (esofagus), yaitu jalur makanan dari mulut ke lambung. Pada individu yang terinfeksi HIV, penyakit ini terjadi karena infeksi jamur (jamur kandidiasis) atau virus (herpes simpleks-1 atau virus sitomegalo). Ia pun dapat disebabkan oleh mikobakteria, meskipun kasusnya langka.[13]
Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi karena berbagai penyebab; antara lain infeksi bakteri dan parasit yang umum (seperti Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, dan Escherichia coli), serta infeksi oportunistik yang tidak umum dan virus (seperti kriptosporidiosis, mikrosporidiosis, Mycobacterium avium complex, dan virus sitomegalo (CMV) yang merupakan penyebab kolitis).
Pada beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan yang digunakan untuk menangani HIV, atau efek samping dari infeksi utama (primer) dari HIV itu sendiri. Selain itu, diare dapat juga merupakan efek samping dari antibiotik yang digunakan untuk menangani bakteri diare (misalnya pada Clostridium difficile). Pada stadium akhir infeksi HIV, diare diperkirakan merupakan petunjuk terjadinya perubahan cara saluran pencernaan menyerap nutrisi, serta mungkin merupakan komponen penting dalam sistem pembuangan yang berhubungan dengan HIV.[14]

Penyakit syaraf dan kejiwaan utama

Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena gangguan pada syaraf (neuropsychiatric sequelae), yang disebabkan oleh infeksi organisma atas sistem syaraf yang telah menjadi rentan, atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri.
Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu, yang disebut Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan radang otak akut (toksoplasma ensefalitis), namun ia juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada mata dan paru-paru.[15] Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus neoformans. Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat mematikan.
Leukoensefalopati multifokal progresif adalah penyakit demielinasi, yaitu penyakit yang menghancurkan selubung syaraf (mielin) yang menutupi serabut sel syaraf (akson), sehingga merusak penghantaran impuls syaraf. Ia disebabkan oleh virus JC, yang 70% populasinya terdapat di tubuh manusia dalam kondisi laten, dan menyebabkan penyakit hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah, sebagaimana yang terjadi pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang cepat (progresif) dan menyebar (multilokal), sehingga biasanya menyebabkan kematian dalam waktu sebulan setelah diagnosis.[16]
Kompleks demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan mental (demensia) yang terjadi karena menurunnya metabolisme sel otak (ensefalopati metabolik) yang disebabkan oleh infeksi HIV; dan didorong pula oleh terjadinya pengaktifan imun oleh makrofag dan mikroglia pada otak yang mengalami infeksi HIV, sehingga mengeluarkan neurotoksin.[17] Kerusakan syaraf yang spesifik, tampak dalam bentuk ketidaknormalan kognitif, perilaku, dan motorik, yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi HIV terjadi. Hal ini berhubungan dengan keadaan rendahnya jumlah sel T CD4+ dan tingginya muatan virus pada plasma darah. Angka kemunculannya (prevalensi) di negara-negara Barat adalah sekitar 10-20%,[18] namun di India hanya terjadi pada 1-2% pengidap infeksi HIV.[19][20] Perbedaan ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan subtipe HIV di India.

Kanker dan tumor ganas (malignan)

Sarkoma Kaposi
Pasien dengan infeksi HIV pada dasarnya memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya beberapa kanker. Hal ini karena infeksi oleh virus DNA penyebab mutasi genetik; yaitu terutama virus Epstein-Barr (EBV), virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV), dan virus papiloma manusia (HPV).[21][22]
Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang terinfeksi HIV. Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda homoseksual tahun 1981 adalah salah satu pertanda pertama wabah AIDS. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari subfamili gammaherpesvirinae, yaitu virus herpes manusia-8 yang juga disebut virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV). Penyakit ini sering muncul di kulit dalam bentuk bintik keungu-unguan, tetapi dapat menyerang organ lain, terutama mulut, saluran pencernaan, dan paru-paru.
Kanker getah bening tingkat tinggi (limfoma sel B) adalah kanker yang menyerang sel darah putih dan terkumpul dalam kelenjar getah bening, misalnya seperti limfoma Burkitt (Burkitt's lymphoma) atau sejenisnya (Burkitt's-like lymphoma), diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL), dan limfoma sistem syaraf pusat primer, lebih sering muncul pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini seringkali merupakan perkiraan kondisi (prognosis) yang buruk. Pada beberapa kasus, limfoma adalah tanda utama AIDS. Limfoma ini sebagian besar disebabkan oleh virus Epstein-Barr atau virus herpes Sarkoma Kaposi.
Kanker leher rahim pada wanita yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS. Kanker ini disebabkan oleh virus papiloma manusia.
Pasien yang terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor lainnya, seperti limfoma Hodgkin, kanker usus besar bawah (rectum), dan kanker anus. Namun demikian, banyak tumor-tumor yang umum seperti kanker payudara dan kanker usus besar (colon), yang tidak meningkat kejadiannya pada pasien terinfeksi HIV. Di tempat-tempat dilakukannya terapi antiretrovirus yang sangat aktif (HAART) dalam menangani AIDS, kemunculan berbagai kanker yang berhubungan dengan AIDS menurun, namun pada saat yang sama kanker kemudian menjadi penyebab kematian yang paling umum pada pasien yang terinfeksi HIV.[23]

Infeksi oportunistik lainnya

Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik dengan gejala tidak spesifik, terutama demam ringan dan kehilangan berat badan. Infeksi oportunistik ini termasuk infeksi Mycobacterium avium-intracellulare dan virus sitomegalo. Virus sitomegalo dapat menyebabkan gangguan radang pada usus besar (kolitis) seperti yang dijelaskan di atas, dan gangguan radang pada retina mata (retinitis sitomegalovirus), yang dapat menyebabkan kebutaan. Infeksi yang disebabkan oleh jamur Penicillium marneffei, atau disebut Penisiliosis, kini adalah infeksi oportunistik ketiga yang paling umum (setelah tuberkulosis dan kriptokokosis) pada orang yang positif HIV di daerah endemik Asia Tenggara.[24]

Penyebab

!Untuk detail lebih lanjut tentang topik ini, lihat HIV.
HIV yang baru memperbanyak diri tampak bermunculan sebagai bulatan-bulatan kecil (diwarnai hijau) pada permukaan limfosit setelah menyerang sel tersebut; dilihat dengan mikroskop elektron.
AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV. HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofaga, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter (µL) darah, maka kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi tertentu.
Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan.[25] Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi.[26][27] Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih berisiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat mempercepat perkembangan penyakit ini.[25][28][29] Warisan genetik orang yang terinfeksi juga memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara alami terhadap beberapa varian HIV. [30] HIV memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda, yang akan menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula.[31][32][33] Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang rata-rata waktu berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan penderita bertahan hidup.

Penularan seksual

Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif.[34] Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.[35]
Penyakit menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofaga) pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar risiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofaga.[36]
Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV.[36][37] Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual.[38][39] Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.

Kontaminasi patogen melalui darah

Poster CDC tahun 1989, yang mengetengahkan bahaya AIDS sehubungan dengan pemakaian narkoba.
Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan risiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi risiko itu.[40] Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh. Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi. WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman.[41] Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah penularan HIV melalui fasilitas kesehatan.[42]
Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan "antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi".[43]

Penularan masa perinatal

Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%.[44] Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi risikonya). Menyusui meningkatkan risiko penularan sebesar 4%.[45]

Diagnosis

Sejak tanggal 5 Juni 1981, banyak definisi yang muncul untuk pengawasan epidemiologi AIDS, seperti definisi Bangui dan definisi World Health Organization tentang AIDS tahun 1994. Namun demikian, kedua sistem tersebut sebenarnya ditujukan untuk pemantauan epidemi dan bukan untuk penentuan tahapan klinis pasien, karena definisi yang digunakan tidak sensitif ataupun spesifik. Di negara-negara berkembang, sistem World Health Organization untuk infeksi HIV digunakan dengan memakai data klinis dan laboratorium; sementara di negara-negara maju digunakan sistem klasifikasi Centers for Disease Control (CDC) Amerika Serikat.

Sistem tahapan infeksi WHO

Grafik hubungan antara jumlah HIV dan jumlah CD4+ pada rata-rata infeksi HIV yang tidak ditangani. Keadaan penyakit dapat bervariasi tiap orang.                      jumlah limfosit T CD4+ (sel/mm³)                      jumlah RNA HIV per mL plasma
Pada tahun 1990, World Health Organization (WHO) mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien yang terinfeksi dengan HIV-1.[46] Sistem ini diperbarui pada bulan September tahun 2005. Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi oportunistik yang dengan mudah ditangani pada orang sehat.

Sistem klasifikasi CDC

Terdapat dua definisi tentang AIDS, yang keduanya dikeluarkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Awalnya CDC tidak memiliki nama resmi untuk penyakit ini; sehingga AIDS dirujuk dengan nama penyakit yang berhubungan dengannya, contohnya ialah limfadenopati. Para penemu HIV bahkan pada mulanya menamai AIDS dengan nama virus tersebut.[47][48] CDC mulai menggunakan kata AIDS pada bulan September tahun 1982, dan mendefinisikan penyakit ini.[49] Tahun 1993, CDC memperluas definisi AIDS mereka dengan memasukkan semua orang yang jumlah sel T CD4+ di bawah 200 per µL darah atau 14% dari seluruh limfositnya sebagai pengidap positif HIV.[50] Mayoritas kasus AIDS di negara maju menggunakan kedua definisi tersebut, baik definisi CDC terakhir maupun pra-1993. Diagnosis terhadap AIDS tetap dipertahankan, walaupun jumlah sel T CD4+ meningkat di atas 200 per µL darah setelah perawatan ataupun penyakit-penyakit tanda AIDS yang ada telah sembuh.

Tes HIV

Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV.[51] Kurang dari 1% penduduk perkotaan di Afrika yang aktif secara seksual telah menjalani tes HIV, dan persentasenya bahkan lebih sedikit lagi di pedesaan. Selain itu, hanya 0,5% wanita mengandung di perkotaan yang mendatangi fasilitas kesehatan umum memperoleh bimbingan tentang AIDS, menjalani pemeriksaan, atau menerima hasil tes mereka. Angka ini bahkan lebih kecil lagi di fasilitas kesehatan umum pedesaan.[51] Dengan demikian, darah dari para pendonor dan produk darah yang digunakan untuk pengobatan dan penelitian medis, harus selalu diperiksa kontaminasi HIV-nya.
Tes HIV umum, termasuk imunoasai enzim HIV dan pengujian Western blot, dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan mulut, darah kering, atau urin pasien. Namun demikian, periode antara infeksi dan berkembangnya antibodi pelawan infeksi yang dapat dideteksi (window period) bagi setiap orang dapat bervariasi. Inilah sebabnya mengapa dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk mengetahui serokonversi dan hasil positif tes. Terdapat pula tes-tes komersial untuk mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA, yang dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan antibodinya belum dapat terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut tidak disetujui secara khusus untuk diagnosis infeksi HIV, tetapi telah digunakan secara rutin di negara-negara maju.

Pencegahan

Perkiraan risiko masuknya HIV per aksi, menurut rute paparan[52]
Rute paparan Perkiraan infeksi
per 10.000 paparan
dengan sumber yang terinfeksi
Transfusi darah 9.000[53]
Persalinan 2.500[44]
Penggunaan jarum suntik bersama-sama 67[54]
Hubungan seks anal reseptif* 50[55][56]
Jarum pada kulit 30[57]
Hubungan seksual reseptif* 10[55][56][58]
Hubungan seks anal insertif* 6,5[55][56]
Hubungan seksual insertif* 5[55][56]
Seks oral reseptif* 1[56]§
Seks oral insertif* 0,5[56]§
* tanpa penggunaan kondom
§ sumber merujuk kepada seks oral
yang dilakukan kepada laki-laki
Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui hubungan seksual, persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi, serta dari ibu ke janin atau bayi selama periode sekitar kelahiran (periode perinatal). Walaupun HIV dapat ditemukan pada air liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan kasus infeksi dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan demikian risiko infeksinya secara umum dapat diabaikan.[59]

Hubungan seksual

Mayoritas infeksi HIV berasal dari hubungan seksual tanpa pelindung antarindividu yang salah satunya terkena HIV. Hubungan heteroseksual adalah modus utama infeksi HIV di dunia.[60] Selama hubungan seksual, hanya kondom pria atau kondom wanita yang dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta kemungkinan hamil. Bukti terbaik saat ini menunjukan bahwa penggunaan kondom yang lazim mengurangi risiko penularan HIV sampai kira-kira 80% dalam jangka panjang, walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom digunakan dengan benar dalam setiap kesempatan.[61] Kondom laki-laki berbahan lateks, jika digunakan dengan benar tanpa pelumas berbahan dasar minyak, adalah satu-satunya teknologi yang paling efektif saat ini untuk mengurangi transmisi HIV secara seksual dan penyakit menular seksual lainnya. Pihak produsen kondom menganjurkan bahwa pelumas berbahan minyak seperti vaselin, mentega, dan lemak babi tidak digunakan dengan kondom lateks karena bahan-bahan tersebut dapat melarutkan lateks dan membuat kondom berlubang. Jika diperlukan, pihak produsen menyarankan menggunakan pelumas berbahan dasar air. Pelumas berbahan dasar minyak digunakan dengan kondom poliuretan.[62]
Kondom wanita adalah alternatif selain kondom laki-laki dan terbuat dari poliuretan, yang memungkinkannya untuk digunakan dengan pelumas berbahan dasar minyak. Kondom wanita lebih besar daripada kondom laki-laki dan memiliki sebuah ujung terbuka keras berbentuk cincin, dan didesain untuk dimasukkan ke dalam vagina. Kondom wanita memiliki cincin bagian dalam yang membuat kondom tetap di dalam vagina — untuk memasukkan kondom wanita, cincin ini harus ditekan. Kendalanya ialah bahwa kini kondom wanita masih jarang tersedia dan harganya tidak terjangkau untuk sejumlah besar wanita. Penelitian awal menunjukkan bahwa dengan tersedianya kondom wanita, hubungan seksual dengan pelindung secara keseluruhan meningkat relatif terhadap hubungan seksual tanpa pelindung sehingga kondom wanita merupakan strategi pencegahan HIV yang penting.[63]
Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi menunjukkan bahwa dengan penggunaan kondom yang konsisten, laju infeksi HIV terhadap pasangan yang belum terinfeksi adalah di bawah 1% per tahun.[64] Strategi pencegahan telah dikenal dengan baik di negara-negara maju. Namun, penelitian atas perilaku dan epidemiologis di Eropa dan Amerika Utara menunjukkan keberadaan kelompok minoritas anak muda yang tetap melakukan kegiatan berisiko tinggi meskipun telah mengetahui tentang HIV/AIDS, sehingga mengabaikan risiko yang mereka hadapi atas infeksi HIV.[65] Namun demikian, transmisi HIV antarpengguna narkoba telah menurun, dan transmisi HIV oleh transfusi darah menjadi cukup langka di negara-negara maju.
Pada bulan Desember tahun 2006, penelitian yang menggunakan uji acak terkendali mengkonfirmasi bahwa sunat laki-laki menurunkan risiko infeksi HIV pada pria heteroseksual Afrika sampai sekitar 50%. Diharapkan pendekatan ini akan digalakkan di banyak negara yang terinfeksi HIV paling parah, walaupun penerapannya akan berhadapan dengan sejumlah isu sehubungan masalah kepraktisan, budaya, dan perilaku masyarakat. Beberapa ahli mengkhawatirkan bahwa persepsi kurangnya kerentanan HIV pada laki-laki bersunat, dapat meningkatkan perilaku seksual berisiko sehingga mengurangi dampak dari usaha pencegahan ini.[66]
Pemerintah Amerika Serikat dan berbagai organisasi kesehatan menganjurkan Pendekatan ABC untuk menurunkan risiko terkena HIV melalui hubungan seksual.[67] Adapun rumusannya dalam bahasa Indonesia:[68]
Anda jauhi seks,
Bersikap saling setia dengan pasangan,
Cegah dengan kondom.

Kontaminasi cairan tubuh terinfeksi

Wabah AIDS di Afrika Sub-Sahara tahun 1985-2003.
Pekerja kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti mengenakan sarung tangan lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci tangan, dapat membantu mencegah infeksi HIV.
Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna narkoba untuk tidak berbagi jarum dan bahan lainnya yang diperlukan untuk mempersiapkan dan mengambil narkoba (termasuk alat suntik, kapas bola, sendok, air pengencer obat, sedotan, dan lain-lain). Orang perlu menggunakan jarum yang baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan. Informasi tentang membersihkan jarum menggunakan pemutih disediakan oleh fasilitas kesehatan dan program penukaran jarum. Di sejumlah negara maju, jarum bersih terdapat gratis di sejumlah kota, di penukaran jarum atau tempat penyuntikan yang aman. Banyak negara telah melegalkan kepemilikan jarum dan mengijinkan pembelian perlengkapan penyuntikan dari apotek tanpa perlu resep dokter.

Penularan dari ibu ke anak

Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretrovirus, bedah caesar, dan pemberian makanan formula mengurangi peluang penularan HIV dari ibu ke anak (mother-to-child transmission, MTCT).[69] Jika pemberian makanan pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah, terjangkau, berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan tidak menyusui anak mereka. Namun demikian, jika hal-hal tersebut tidak dapat terpenuhi, pemberian ASI eksklusif disarankan dilakukan selama bulan-bulan pertama dan selanjutnya dihentikan sesegera mungkin.[5] Pada tahun 2005, sekitar 700.000 anak di bawah umur 15 tahun terkena HIV, terutama melalui penularan ibu ke anak; 630.000 infeksi di antaranya terjadi di Afrika.[70] Dari semua anak yang diduga kini hidup dengan HIV, 2 juta anak (hampir 90%) tinggal di Afrika Sub Sahara.[5]

Penanganan

Lihat pula HIV dan Obat antiretrovirus.
AbacavirNucleoside analog reverse transcriptase inhibitor (NARTI atau NRTI)
Struktur kimia Abacavir
Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode satu-satunya yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada penghindaran kontak dengan virus atau, jika gagal, perawatan antiretrovirus secara langsung setelah kontak dengan virus secara signifikan, disebut post-exposure prophylaxis (PEP).[40] PEP memiliki jadwal empat minggu takaran yang menuntut banyak waktu. PEP juga memiliki efek samping yang tidak menyenangkan seperti diare, tidak enak badan, mual, dan lelah.[71]

Terapi antivirus

Penanganan infeksi HIV terkini adalah terapi antiretrovirus yang sangat aktif (highly active antiretroviral therapy, disingkat HAART).[72] Terapi ini telah sangat bermanfaat bagi orang-orang yang terinfeksi HIV sejak tahun 1996, yaitu setelah ditemukannya HAART yang menggunakan protease inhibitor.[6] Pilihan terbaik HAART saat ini, berupa kombinasi dari setidaknya tiga obat (disebut "koktail) yang terdiri dari paling sedikit dua macam (atau "kelas") bahan antiretrovirus. Kombinasi yang umum digunakan adalah nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor (atau NRTI) dengan protease inhibitor, atau dengan non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Karena penyakit HIV lebih cepat perkembangannya pada anak-anak daripada pada orang dewasa, maka rekomendasi perawatannya pun lebih agresif untuk anak-anak daripada untuk orang dewasa.[73] Di negara-negara berkembang yang menyediakan perawatan HAART, seorang dokter akan mempertimbangkan kuantitas beban virus, kecepatan berkurangnya CD4, serta kesiapan mental pasien, saat memilih waktu memulai perawatan awal.[74]
Perawatan HAART memungkinkan stabilnya gejala dan viremia (banyaknya jumlah virus dalam darah) pada pasien, tetapi ia tidak menyembuhkannya dari HIV ataupun menghilangkan gejalanya. HIV-1 dalam tingkat yang tinggi sering resisten terhadap HAART dan gejalanya kembali setelah perawatan dihentikan.[75][76] Lagi pula, dibutuhkan waktu lebih dari seumur hidup seseorang untuk membersihkan infeksi HIV dengan menggunakan HAART.[77] Meskipun demikian, banyak pengidap HIV mengalami perbaikan yang hebat pada kesehatan umum dan kualitas hidup mereka, sehingga terjadi adanya penurunan drastis atas tingkat kesakitan (morbiditas) dan tingkat kematian (mortalitas) karena HIV.[78][79][80] Tanpa perawatan HAART, berubahnya infeksi HIV menjadi AIDS terjadi dengan kecepatan rata-rata (median) antara sembilan sampai sepuluh tahun, dan selanjutnya waktu bertahan setelah terjangkit AIDS hanyalah 9.2 bulan.[25] Penerapan HAART dianggap meningkatkan waktu bertahan pasien selama 4 sampai 12 tahun.[81][82] Bagi beberapa pasien lainnya, yang jumlahnya mungkin lebih dari lima puluh persen, perawatan HAART memberikan hasil jauh dari optimal. Hal ini karena adanya efek samping/dampak pengobatan tidak bisa ditolerir, terapi antiretrovirus sebelumnya yang tidak efektif, dan infeksi HIV tertentu yang resisten obat. Ketidaktaatan dan ketidakteraturan dalam menerapkan terapi antiretrovirus adalah alasan utama mengapa kebanyakan individu gagal memperoleh manfaat dari penerapan HAART.[83] Terdapat bermacam-macam alasan atas sikap tidak taat dan tidak teratur untuk penerapan HAART tersebut. Isyu-isyu psikososial yang utama ialah kurangnya akses atas fasilitas kesehatan, kurangnya dukungan sosial, penyakit kejiwaan, serta penyalahgunaan obat. Perawatan HAART juga kompleks, karena adanya beragam kombinasi jumlah pil, frekuensi dosis, pembatasan makan, dan lain-lain yang harus dijalankan secara rutin .[84][85][86] Berbagai efek samping yang juga menimbulkan keengganan untuk teratur dalam penerapan HAART, antara lain lipodistrofi, dislipidaemia, penolakan insulin, peningkatan risiko sistem kardiovaskular, dan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan.[87][88]
Obat anti-retrovirus berharga mahal, dan mayoritas individu terinfeksi di dunia tidaklah memiliki akses terhadap pengobatan dan perawatan untuk HIV dan AIDS tersebut.[89]

Penanganan eksperimental dan saran

Telah terdapat pendapat bahwa hanya vaksin lah yang sesuai untuk menahan epidemik global (pandemik) karena biaya vaksin lebih murah dari biaya pengobatan lainnya, sehingga negara-negara berkembang mampu mengadakannya dan pasien tidak membutuhkan perawatan harian.[89] Namun setelah lebih dari 20 tahun penelitian, HIV-1 tetap merupakan target yang sulit bagi vaksin.[89]
Beragam penelitian untuk meningkatkan perawatan termasuk usaha mengurangi efek samping obat, penyederhanaan kombinasi obat-obatan untuk memudahkan pemakaian, dan penentuan urutan kombinasi pengobatan terbaik untuk menghadapi adanya resistensi obat. Beberapa penelitian menunjukan bahwa langkah-langkah pencegahan infeksi oportunistik dapat menjadi bermanfaat ketika menangani pasien dengan infeksi HIV atau AIDS. Vaksinasi atas hepatitis A dan B disarankan untuk pasien yang belum terinfeksi virus ini dan dalam berisiko terinfeksi.[90] Pasien yang mengalami penekanan daya tahan tubuh yang besar juga disarankan mendapatkan terapi pencegahan (propilaktik) untuk pneumonia pneumosistis, demikian juga pasien toksoplasmosis dan kriptokokus meningitis yang akan banyak pula mendapatkan manfaat dari terapi propilaktik tersebut.[71]

Pengobatan alternatif

Berbagai bentuk pengobatan alternatif digunakan untuk menangani gejala atau mengubah arah perkembangan penyakit.[91] Akupunktur telah digunakan untuk mengatasi beberapa gejala, misalnya kelainan syaraf tepi (peripheral neuropathy) seperti kaki kram, kesemutan atau nyeri; namun tidak menyembuhkan infeksi HIV.[92] Tes-tes uji acak klinis terhadap efek obat-obatan jamu menunjukkan bahwa tidak terdapat bukti bahwa tanaman-tanaman obat tersebut memiliki dampak pada perkembangan penyakit ini, tetapi malah kemungkinan memberi beragam efek samping negatif yang serius.[93]
Beberapa data memperlihatkan bahwa suplemen multivitamin dan mineral kemungkinan mengurangi perkembangan penyakit HIV pada orang dewasa, meskipun tidak ada bukti yang menyakinkan bahwa tingkat kematian (mortalitas) akan berkurang pada orang-orang yang memiliki status nutrisi yang baik.[94] Suplemen vitamin A pada anak-anak kemungkinan juga memiliki beberapa manfaat.[94] Pemakaian selenium dengan dosis rutin harian dapat menurunkan beban tekanan virus HIV melalui terjadinya peningkatan pada jumlah CD4. Selenium dapat digunakan sebagai terapi pendamping terhadap berbagai penanganan antivirus yang standar, tetapi tidak dapat digunakan sendiri untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas.[95]
Penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa terapi pengobatan alteratif memiliki hanya sedikit efek terhadap mortalitas dan morbiditas penyakit ini, namun dapat meningkatkan kualitas hidup individu yang mengidap AIDS. Manfaat-manfaat psikologis dari beragam terapi alternatif tersebut sesungguhnya adalah manfaat paling penting dari pemakaiannya.[96]
Namun oleh penelitian yang mengungkapkan adanya simtoma hipotiroksinemia pada penderita AIDS yang terjangkit virus HIV-1, beberapa pakar menyarankan terapi dengan asupan hormon tiroksin.[97] Hormon tiroksin dikenal dapat meningkatkan laju metabolisme basal sel eukariota[98] dan memperbaiki gradien pH pada mitokondria.[99]

Epidemiologi

Meratanya HIV diantara orang dewasa per negara pada akhir tahun 2005.
██ 15–50% ██ 5–15% ██ 1–5% ██ 0.5–1.0% ██ 0.1–0.5% ██ <0.1% ██ tidak ada data
UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup di tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak.[5] Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.[5] Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.[5]
Afrika Sub-Sahara tetap merupakan wilayah terburuk yang terinfeksi, dengan perkiraan 21,6 sampai 27,4 juta jiwa kini hidup dengan HIV. Dua juta [1,5&-3,0 juta] dari mereka adalah anak-anak yang usianya lebih rendah dari 15 tahun. Lebih dari 64% dari semua orang yang hidup dengan HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih dari tiga per empat (76%) dari semua wanita hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, terdapat 12.0 juta [10.6-13.6 juta] anak yatim/piatu AIDS hidup di Afrika Sub Sahara.[5] Asia Selatan dan Asia Tenggara adalah terburuk kedua yang terinfeksi dengan besar 15%. 500.000 anak-anak mati di region ini karena AIDS. Dua-tiga infeksi HIV/AIDS di Asia muncul di India, dengawn perkiraan 5.7 juta infeksi (perkiraan 3.4 - 9.4 juta) (0.9% dari populasi), melewati perkiraan di Afrika Selatan yang sebesar 5.5 juta (4.9-6.1 juta) (11.9% dari populasi) infeksi, membuat negara ini dengan jumlah terbesar infeksi HIV di dunia.[100] Di 35 negara di Afrika dengan perataan terbesar, harapan hidup normal sebesar 48.3 tahun - 6.5 tahun sedikit daripada akan menjadi tanpa penyakit.[101]

Sejarah

AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for Disease Control and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia pneumosistis (sekarang masih diklasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii) pada lima laki-laki homoseksual di Los Angeles.[102]
Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari mayoritas infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan berada di Afrika Barat.[103] Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1 berasal dari simpanse Pan troglodytes troglodytes yang ditemukan di Kamerun selatan.[104] HIV-2 berasal dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea Bissau, Gabon, dan Kamerun.
Banyak ahli berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh manusia akibat kontak dengan primata lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging.[105] Teori yang lebih kontroversial yang dikenal dengan nama hipotesis OPV AIDS, menyatakan bahwa epidemik AIDS dimulai pada akhir tahun 1950-an di Kongo Belgia sebagai akibat dari penelitian Hilary Koprowski terhadap vaksin polio.[106][107] Namun demikian, komunitas ilmiah umumnya berpendapat bahwa skenario tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang ada.[108][109][110]

Sosial dan budaya

Stigma

Ryan White sebagai model poster HIV. Ia dikeluarkan dari sekolah dengan alasan terinfeksi HIV.
Hukuman sosial atau stigma oleh masyarakat di berbagai belahan dunia terhadap pengidap AIDS terdapat dalam berbagai cara, antara lain tindakan-tindakan pengasingan, penolakan, diskriminasi, dan penghindaran atas orang yang diduga terinfeksi HIV; diwajibkannya uji coba HIV tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu atau perlindungan kerahasiaannya; dan penerapan karantina terhadap orang-orang yang terinfeksi HIV.[111] Kekerasan atau ketakutan atas kekerasan, telah mencegah banyak orang untuk melakukan tes HIV, memeriksa bagaimana hasil tes mereka, atau berusaha untuk memperoleh perawatan; sehingga mungkin mengubah suatu sakit kronis yang dapat dikendalikan menjadi "hukuman mati" dan menjadikan meluasnya penyebaran HIV.[112]
Stigma AIDS lebih jauh dapat dibagi menjadi tiga kategori:
  • Stigma instrumental AIDS - yaitu refleksi ketakutan dan keprihatinan atas hal-hal yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan menular.[113]
  • Stigma simbolis AIDS - yaitu penggunaan HIV/AIDS untuk mengekspresikan sikap terhadap kelompok sosial atau gaya hidup tertentu yang dianggap berhubungan dengan penyakit tersebut.[113]
  • Stigma kesopanan AIDS - yaitu hukuman sosial atas orang yang berhubungan dengan isu HIV/AIDS atau orang yang positif HIV.[114]
Stigma AIDS sering diekspresikan dalam satu atau lebih stigma, terutama yang berhubungan dengan homoseksualitas, biseksualitas, pelacuran, dan penggunaan narkoba melalui suntikan.
Di banyak negara maju, terdapat penghubungan antara AIDS dengan homoseksualitas atau biseksualitas, yang berkorelasi dengan tingkat prasangka seksual yang lebih tinggi, misalnya sikap-sikap anti homoseksual.[115] Demikian pula terdapat anggapan adanya hubungan antara AIDS dengan hubungan seksual antar laki-laki, termasuk bila hubungan terjadi antara pasangan yang belum terinfeksi.[113]

Dampak ekonomi

Perubahan angka harapan hidup di beberapa negara di Afrika.                      Botswana                     Zimbabwe                     Kenya                     Afrika Selatan                     Uganda
HIV dan AIDS memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan menghancurkan jumlah manusia dengan kemampuan produksi (human capital).[5] Tanpa nutrisi yang baik, fasilitas kesehatan dan obat yang ada di negara-negara berkembang, orang di negara-negara tersebut menjadi korban AIDS. Mereka tidak hanya tidak dapat bekerja, tetapi juga akan membutuhkan fasilitas kesehatan yang memadai. Ramalan bahwa hal ini akan menyebabkan runtuhnya ekonomi dan hubungan di daerah. Di daerah yang terinfeksi berat, epidemik telah meninggalkan banyak anak yatim piatu yang dirawat oleh kakek dan neneknya yang telah tua.[116]
Semakin tingginya tingkat kematian (mortalitas) di suatu daerah akan menyebabkan mengecilnya populasi pekerja dan mereka yang berketerampilan. Para pekerja yang lebih sedikit ini akan didominasi anak muda, dengan pengetahuan dan pengalaman kerja yang lebih sedikit sehingga produktivitas akan berkurang. Meningkatnya cuti pekerja untuk melihat anggota keluarga yang sakit atau cuti karena sakit juga akan mengurangi produktivitas. Mortalitas yang meningkat juga akan melemahkan mekanisme produksi dan investasi sumberdaya manusia (human capital) pada masyarakat, yaitu akibat hilangnya pendapatan dan meninggalnya para orang tua. Karena AIDS menyebabkan meninggalnya banyak orang dewasa muda, ia melemahkan populasi pembayar pajak, mengurangi dana publik seperti pendidikan dan fasilitas kesehatan lain yang tidak berhubungan dengan AIDS. Ini memberikan tekanan pada keuangan negara dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Efek melambatnya pertumbuhan jumlah wajib pajak akan semakin terasakan bila terjadi peningkatan pengeluaran untuk penanganan orang sakit, pelatihan (untuk menggantikan pekerja yang sakit), penggantian biaya sakit, serta perawatan yatim piatu korban AIDS. Hal ini terutama mungkin sekali terjadi jika peningkatan tajam mortalitas orang dewasa menyebabkan berpindahnya tanggung-jawab dan penyalahan, dari keluarga kepada pemerintah, untuk menangani para anak yatim piatu tersebut.[116]
Pada tingkat rumah tangga, AIDS menyebabkan hilangnya pendapatan dan meningkatkan pengeluaran kesehatan oleh suatu rumah tangga. Berkurangnya pendapatan menyebabkan berkurangnya pengeluaran, dan terdapat juga efek pengalihan dari pengeluaran pendidikan menuju pengeluaran kesehatan dan penguburan. Penelitian di Pantai Gading menunjukkan bahwa rumah tanggal dengan pasien HIV/AIDS mengeluarkan biaya dua kali lebih banyak untuk perawatan medis daripada untuk pengeluaran rumah tangga lainnya.[117]

Penyangkalan atas AIDS

Sekelompok kecil aktivis, diantaranya termasuk beberapa ilmuwan yang tidak meneliti AIDS, mempertanyakan tentang adanya hubungan antara HIV dan AIDS,[118] keberadaan HIV itu sendiri,[119] serta kebenaran atas percobaan dan metode perawatan yang digunakan untuk menanganinya. Klaim mereka telah diperiksa dan secara luas ditolak oleh komunitas ilmiah,[120] walaupun terus saja disebarkan melalui Internet dan sempat memiliki pengaruh politik di Afrika Selatan melalui mantan presiden Thabo Mbeki, yang menyebabkan pemerintahnya disalahkan atas respon yang tidak efektif terhadap epidemik AIDS di negara tersebut.[121][122][123]

Referensi

  1. ^ Marx, J. L. (1982). "New disease baffles medical community". Science 217 (4560): 618–621. PubMed
     
    .
  2. ^ Divisions of HIV/AIDS Prevention. (2003). HIV and Its Transmission
     
    . Centers for Disease Control & Prevention. Diakses pada 23 Mei 2006.
  3. ^ San Francisco AIDS Foundation. (2006-04-14). How HIV is spread
     
    . Diakses pada 23 Mei 2006.
  4. ^ Gao, F., Bailes, E., Robertson, D. L., Chen, Y., Rodenburg, C. M., Michael, S. F., Cummins, L. B., Arthur, L. O., Peeters, M., Shaw, G. M., Sharp, P. M. and Hahn, B. H. (1999). "Origin of HIV-1 in the Chimpanzee Pan troglodytes troglodytes". Nature 397 (6718): 436–441. PubMed
     
    DOI:10.1038/17130
     
    .
  5. ^ a b c d e f g h i UNAIDS (2006). "Overview of the global AIDS epidemic"
     
    (PDF). 2006 Report on the global AIDS epidemic. http://data.unaids.org/pub/GlobalReport/2006/2006_GR_CH02_en.pdf
     
    . Diakses pada 2006-06-08.
     
  6. ^ a b Palella, F. J. Jr, Delaney, K. M., Moorman, A. C., Loveless, M. O., Fuhrer, J., Satten, G. A., Aschman and D. J., Holmberg, S. D. (1998). "Declining morbidity and mortality among patients with advanced human immunodeficiency virus infection. HIV Outpatient Study Investigators". N. Engl. J. Med 338 (13): 853–860. PubMed
     
    .
  7. ^ Holmes, C. B., Losina, E., Walensky, R. P., Yazdanpanah, Y., Freedberg, K. A. (2003). "Review of human immunodeficiency virus type 1-related opportunistic infections in sub-Saharan Africa". Clin. Infect. Dis. 36 (5): 656–662. PubMed
     
    .
  8. ^ Guss, D. A. (1994). "The acquired immune deficiency syndrome: an overview for the emergency physician, Part 1". J. Emerg. Med. 12 (3): 375–384. PubMed
     
    .
  9. ^ Guss, D. A. (1994). "The acquired immune deficiency syndrome: an overview for the emergency physician, Part 2". J. Emerg. Med. 12 (4): 491–497. PubMed
     
    .
  10. ^ Dahulu pernah dinamakan Pneumocystis carinii pneumonia (PCP), dan sekarang singkatannya masih digunakan tetapi merupakan kependekan dari Pneumocystis pneumonia.
  11. ^ Feldman, C. (2005). "Pneumonia associated with HIV infection". Curr. Opin. Infect. Dis. 18 (2): 165–170. PubMed
     
    .
  12. ^ Decker, C. F. and Lazarus, A. (2000). "Tuberculosis and HIV infection. How to safely treat both disorders concurrently". Postgrad Med. 108 (2): 57–60, 65–68. PubMed
     
    .
  13. ^ Zaidi, S. A. & Cervia, J. S. (2002). "Diagnosis and management of infectious esophagitis associated with human immunodeficiency virus infection". J. Int. Assoc. Physicians AIDS Care (Chic Ill) 1 (2): 53–62. PubMed
     
    .
  14. ^ Guerrant, R. L., Hughes, J. M., Lima, N. L., Crane, J. (1990). "Diarrhea in developed and developing countries: magnitude, special settings, and etiologies". Rev. Infect. Dis. 12 (Suppl 1): S41–S50. PubMed
     
    .
  15. ^ Luft, B. J. and Chua, A. (2000). "Central Nervous System Toxoplasmosis in HIV Pathogenesis, Diagnosis, and Therapy". Curr. Infect. Dis. Rep. 2 (4): 358–362. PubMed
     
    .
  16. ^ Sadler, M. and Nelson, M. R. (1997). "Progressive multifocal leukoencephalopathy in HIV". Int. J. STD AIDS 8 (6): 351–357. PubMed
     
    .
  17. ^ Gray, F., Adle-Biassette, H., ChrĂ©tien, F., Lorin de la Grandmaison, G., Force, G., Keohane, C. (2001). "Neuropathology and neurodegeneration in human immunodeficiency virus infection. Pathogenesis of HIV-induced lesions of the brain, correlations with HIV-associated disorders and modifications according to treatments". Clin. Neuropathol. 20 (4): 146–155. PubMed
     
    .
  18. ^ Grant, I., Sacktor, H., and McArthur, J. (2005). "HIV neurocognitive disorders"
     
    . di dalam H. E. Gendelman, I. Grant, I. Everall, S. A. Lipton, and S. Swindells. (ed.) (PDF). The Neurology of AIDS (edisi ke-2nd). London, UK: Oxford University Press. hlm. 357–373. ISBN 0-19-852610-5. http://www.hnrc.ucsd.edu/publications_pdf/2005grant1.pdf
     
    .
     
  19. ^ Satishchandra, P., Nalini, A., Gourie-Devi, M., Khanna, N., Santosh, V., Ravi, V., Desai, A., Chandramuki, A., Jayakumar, P. N., and Shankar, S. K. (2000). "Profile of neurologic disorders associated with HIV/AIDS from Bangalore, South India (1989–1996)". Indian J. Med. Res. 11: 14–23. PubMed
     
    .
  20. ^ Wadia, R. S., Pujari, S. N., Kothari, S., Udhar, M., Kulkarni, S., Bhagat, S., and Nanivadekar, A. (2001). "Neurological manifestations of HIV disease". J. Assoc. Physicians India 49: 343–348. PubMed
     
    .
  21. ^ Boshoff, C. and Weiss, R. (2002). "AIDS-related malignancies". Nat. Rev. Cancer 2 (5): 373–382. PubMed
     
    .
  22. ^ Yarchoan, R., Tosatom G. and Littlem R. F. (2005). "Therapy insight: AIDS-related malignancies — the influence of antiviral therapy on pathogenesis and management". Nat. Clin. Pract. Oncol. 2 (8): 406–415. PubMed
     
    .
  23. ^ Bonnet, F., Lewden, C., May, T., Heripret, L., Jougla, E., Bevilacqua, S., Costagliola, D., Salmon, D., Chene, G. and Morlat, P. (2004). "Malignancy-related causes of death in human immunodeficiency virus-infected patients in the era of highly active antiretroviral therapy". Cancer 101 (2): 317–324. PubMed
     
    .
  24. ^ Skoulidis, F., Morgan, M. S., and MacLeod, K. M. (2004). "Penicillium marneffei: a pathogen on our doorstep?". J. R. Soc. Med. 97 (2): 394–396. PubMed
     
    .
  25. ^ a b c Morgan, D., Mahe, C., Mayanja, B., Okongo, J. M., Lubega, R. and Whitworth, J. A. (2002). "HIV-1 infection in rural Africa: is there a difference in median time to AIDS and survival compared with that in industrialized countries?". AIDS 16 (4): 597–632. PubMed
     
    .
  26. ^ Clerici, M., Balotta, C., Meroni, L., Ferrario, E., Riva, C., Trabattoni, D., Ridolfo, A., Villa, M., Shearer, G.M., Moroni, M. and Galli, M. (1996). "Type 1 cytokine production and low prevalence of viral isolation correlate with long-term non progression in HIV infection". AIDS Res. Hum. Retroviruses. 12 (11): 1053–1061. PubMed
     
    .
  27. ^ Morgan, D., Mahe, C., Mayanja, B. and Whitworth, J. A. (2002). "Progression to symptomatic disease in people infected with HIV-1 in rural Uganda: prospective cohort study". BMJ 324 (7331): 193–196. PubMed
     
    .
  28. ^ Gendelman, H. E., Phelps, W., Feigenbaum, L., Ostrove, J. M., Adachi, A., Howley, P. M., Khoury, G., Ginsberg, H. S. and Martin, M. A. (1986). "Transactivation of the human immunodeficiency virus long terminal repeat sequences by DNA viruses". Proc. Natl. Acad. Sci. U. S. A. 83 (24): 9759–9763. PubMed
     
    .
  29. ^ Bentwich, Z., Kalinkovich., A. and Weisman, Z. (1995). "Immune activation is a dominant factor in the pathogenesis of African AIDS.". Immunol. Today 16 (4): 187–191. PubMed
     
    .
  30. ^ Contohnya adalah orang dengan mutasi CCR5-Δ32 (delesi 32 nukleotida pada gen penyandi reseptor chemokine CCR5 yang mempengaruhi fungsi sel T) yang kebal terhadap beberapa galur HIV.Tang, J. and Kaslow, R. A. (2003). "The impact of host genetics on HIV infection and disease progression in the era of highly active antiretroviral therapy". AIDS 17 (Suppl 4): S51–S60. PubMed
     
    .
  31. ^ Quiñones-Mateu, M. E., Mas, A., Lain de Lera, T., Soriano, V., Alcami, J., Lederman, M. M. and Domingo, E. (1998). "LTR and tat variability of HIV-1 isolates from patients with divergent rates of disease progression". Virus Research 57 (1): 11–20. PubMed
     
    .
  32. ^ Campbell, G. R., Pasquier, E., Watkins, J., Bourgarel-Rey, V., Peyrot, V., Esquieu, D., Barbier, P., de Mareuil, J., Braguer, D., Kaleebu, P., Yirrell, D. L. and Loret E. P. (2004). "The glutamine-rich region of the HIV-1 Tat protein is involved in T-cell apoptosis". J. Biol. Chem. 279 (46): 48197–48204. PubMed
     
    .
  33. ^ Kaleebu P, French N, Mahe C, Yirrell D, Watera C, Lyagoba F, Nakiyingi J, Rutebemberwa A, Morgan D, Weber J, Gilks C, Whitworth J. (2002). "Effect of human immunodeficiency virus (HIV) type 1 envelope subtypes A and D on disease progression in a large cohort of HIV-1-positive persons in Uganda". J. Infect. Dis. 185 (9): 1244–1250. PubMed
     
    .
  34. ^ Rothenberg, R. B., Scarlett, M., del Rio, C., Reznik, D., O'Daniels, C. (1998). "Oral transmission of HIV". AIDS 12 (16): 2095–2105. PubMed
     
    .
  35. ^ Koenig, Michael et al (2004). "Coerced first intercourse and reproductive health among adolescent women in Rakai, Uganda". International Family Planning Perspectives 30 (4:156): 156.
  36. ^ a b Laga, M., Nzila, N., Goeman, J. (1991). "The interrelationship of sexually transmitted diseases and HIV infection: implications for the control of both epidemics in Africa". AIDS 5 (Suppl 1): S55–S63. PubMed
     
    .
  37. ^ Tovanabutra, S., Robison, V., Wongtrakul, J., Sennum, S., Suriyanon, V., Kingkeow, D., Kawichai, S., Tanan, P., Duerr, A., Nelson, K. E. (2002). "Male viral load and heterosexual transmission of HIV-1 subtype E in northern Thailand". J. Acquir. Immune. Defic. Syndr. 29 (3): 275–283. PubMed
     
    .
  38. ^ Sagar, M., Lavreys, L., Baeten, J. M., Richardson, B. A., Mandaliya, K., Ndinya-Achola, J. O., Kreiss, J. K., Overbaugh, J. (2004). "Identification of modifiable factors that affect the genetic diversity of the transmitted HIV-1 population". AIDS 18 (4): 615–619. PubMed
     
    .
  39. ^ Lavreys, L., Baeten, J. M., Martin, H. L. Jr., Overbaugh, J., Mandaliya, K., Ndinya-Achola, J., and Kreiss, J. K. (2004). "Hormonal contraception and risk of HIV-1 acquisition: results of a 10-year prospective study". AIDS 18 (4): 695–697. PubMed
     
    .
  40. ^ a b Fan, H. (2005). Fan, H., Conner, R. F. and Villarreal, L. P. eds. ed. AIDS: science and society (edisi ke-4th). Boston, MA: Jones and Bartlett Publishers. ISBN 0-7637-0086-X. 
  41. ^ WHO. (2003-03-17). WHO, UNAIDS Reaffirm HIV as a Sexually Transmitted Disease
     
    . Diakses pada 17 Januari 2006.
  42. ^ Physicians for Human Rights. (2003-03-13). HIV Transmission in the Medical Setting: A White Paper by Physicians for Human Rights
     
    . Partners in Health. Diakses pada 1 Maret 2006.
  43. ^ WHO. (2001). Blood safety....for too few
     
    . Diakses pada 17 Januari 2006.
  44. ^ a b Coovadia, H. (2004). "Antiretroviral agents—how best to protect infants from HIV and save their mothers from AIDS". N. Engl. J. Med. 351 (3): 289–292. PubMed
     
    .
  45. ^ Coovadia HM, Bland RM (2007). "Preserving breastfeeding practice through the HIV pandemic". Trop. Med. Int. Health. 12 (9): 1116–1133.
  46. ^ World Health Organization (1990). "Interim proposal for a WHO staging system for HIV infection and disease". WHO Wkly Epidem. Rec. 65 (29): 221–228. PubMed
     
    .
  47. ^ Centers for Disease Control (CDC) (1982). "Persistent, generalized lymphadenopathy among homosexual males.". MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 31 (19): 249–251. PubMed
     
    .
  48. ^ BarrĂ©-Sinoussi, F., Chermann, J. C., Rey, F., Nugeyre, M. T., Chamaret, S., Gruest, J., Dauguet, C., Axler-Blin, C., Vezinet-Brun, F., Rouzioux, C., Rozenbaum, W. and Montagnier, L. (1983). "Isolation of a T-lymphotropic retrovirus from a patient at risk for acquired immune deficiency syndrome (AIDS)". Science 220 (4599): 868–871. PubMed
     
    .
  49. ^ Centers for Disease Control (CDC) (1982). "Update on acquired immune deficiency syndrome (AIDS)—United States.". MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 31 (37): 507–508; 513–514. PubMed
     
    .
  50. ^ CDC. (1992). 1993 Revised Classification System for HIV Infection and Expanded Surveillance Case Definition for AIDS Among Adolescents and Adults
     
    . CDC. Diakses pada 9 Februari 2006.
  51. ^ a b Kumaranayake, L. and Watts, C. (2001). "Resource allocation and priority setting of HIV/AIDS interventions: addressing the generalized epidemic in sub-Saharan Africa". J. Int. Dev. 13 (4): 451–466. doi:10.1002/jid.798
     
    .
  52. ^ Smith, D. K., Grohskopf, L. A., Black, R. J., Auerbach, J. D., Veronese, F., Struble, K. A., Cheever, L., Johnson, M., Paxton, L. A., Onorato, I. A., Greenberg, A. E. (2005). "Antiretroviral Postexposure Prophylaxis After Sexual, Injection-Drug Use, or Other Nonoccupational Exposure to HIV in the United States"
     
    . MMWR 54 (RR02): 1–20.
  53. ^ Donegan, E., Stuart, M., Niland, J. C., Sacks, H. S., Azen, S. P., Dietrich, S. L., Faucett, C., Fletcher, M. A., Kleinman, S. H., Operskalski, E. A., et al. (1990). "Infection with human immunodeficiency virus type 1 (HIV-1) among recipients of antibody-positive blood donations". Ann. Intern. Med. 113 (10): 733–739. PubMed
     
    .
  54. ^ Kaplan, E. H. and Heimer, R. (1995). "HIV incidence among New Haven needle exchange participants: updated estimates from syringe tracking and testing data". J. Acquir. Immune Defic. Syndr. Hum. Retrovirol. 10 (2): 175–176. PubMed
     
    .
  55. ^ a b c d European Study Group on Heterosexual Transmission of HIV (1992). "Comparison of female to male and male to female transmission of HIV in 563 stable couples". BMJ. 304 (6830): 809–813. PubMed
     
    .
  56. ^ a b c d e f Varghese, B., Maher, J. E., Peterman, T. A., Branson, B. M. and Steketee, R. W. (2002). "Reducing the risk of sexual HIV transmission: quantifying the per-act risk for HIV on the basis of choice of partner, sex act, and condom use". Sex. Transm. Dis. 29 (1): 38–43. PubMed
     
    .
  57. ^ Bell, D. M. (1997). "Occupational risk of human immunodeficiency virus infection in healthcare workers: an overview.". Am. J. Med. 102 (5B): 9–15. PubMed
     
    .
  58. ^ Leynaert, B., Downs, A. M. and de Vincenzi, I. (1998). "Heterosexual transmission of human immunodeficiency virus: variability of infectivity throughout the course of infection. European Study Group on Heterosexual Transmission of HIV". Am. J. Epidemiol. 148 (1): 88–96. PubMed
     
    .
  59. ^ Facts about AIDS & HIV
     
    . Diakses pada 14 Desember 2006.
  60. ^ Johnson AM & Laga M, Heterosexual transmission of HIV, AIDS, 1988, 2(suppl. 1):S49-S56; N'Galy B & Ryder RW, Epidemiology of HIV infection in Africa, Journal of Acquired Immune Deficiency Syndromes, 1988, 1(6):551-558; dan Deschamps M et al., Heterosexual transmission of HIV in Haiti, Annals of Internal Medicine, 1996, 125(4):324-330.
  61. ^ Cayley, W. E. Jr. (2004). "Effectiveness of condoms in reducing heterosexual transmission of HIV". Am. Fam. Physician 70 (7): 1268–1269. PubMed
     
    .
  62. ^ Durex. Module 5/Guidelines for Educators
     
    . (Microsoft Word) Diakses pada 17 April 2006.
  63. ^ PATH (2006). "The female condom: significant potential for STI and pregnancy prevention". Outlook 22 (2).
  64. ^ WHO. (August, 2003). Condom Facts and Figures
     
    . Diakses pada 17 Januari 2006.
  65. ^ Dias, S. F., Matos, M. G. and Goncalves, A. C. (2005). "Preventing HIV transmission in adolescents: an analysis of the Portuguese data from the Health Behaviour School-aged Children study and focus groups". Eur. J. Public Health 15 (3): 300–304. PubMed
     
    .
  66. ^ NIAID. Adult Male Circumcision Significantly Reduces Risk of Acquiring HIV: Trials Kenya and Uganda Stopped Early
     
    . Diakses pada 15 Desember 2006.
  67. ^ Pendekatan ABC oleh Pemerintah Amerika Serikat:
    Abstinence or delay of sexual activity, especially for youth (berpantang atau menunda kegiatan seksual, terutama bagi remaja),
    Being faithful, especially for those in committed relationships (setia pada pasangan, terutama bagi orang yang sudah memiliki pasangan),
    Condom use, for those who engage in risky behavior (penggunaan kondom, bagi orang yang melakukan perilaku berisiko).

  68. ^ "Yayasan Bhakti Gelar Orasi Panggung"
     
    , Bali Post, 2 Desember 2003, http://www.balipost.com/balipostcetak/2003/12/2/n2.htm
     
     

  69. ^ Sperling, R. S., Shapirom D. E., Coombsm R. W., Todd, J. A., Herman, S. A., McSherry, G. D., O'Sullivan, M. J., Van Dyke, R. B., Jimenez, E., Rouzioux, C., Flynn, P. M., Sullivan, J. L. (1996). "Maternal viral load, zidovudine treatment, and the risk of transmission of human immunodeficiency virus type 1 from mother to infant". N. Engl. J. Med. 335 (22): 1621–1629. PubMed
     
    .

  70. ^ Berry, S.. (2006-06-08). Children, HIV and AIDS
     
    . avert.org. Diakses pada 15 Juni 2006.

  71. ^ a b Department of Health and Human Services. (February, 2006). A Pocket Guide to Adult HIV/AIDS Treatment February 2006 edition
     
    . Diakses pada 1 September 2006.

  72. ^ Department of Health and Human Services. (February, 2006). A Pocket Guide to Adult HIV/AIDS Treatment February 2006 edition
     
    . Diakses pada 1 September 2006.

  73. ^ Department of Health and Human Services Working Group on Antiretroviral Therapy and Medical Management of HIV-Infected Children. (3 November, 2005). Guidelines for the Use of Antiretroviral Agents in Pediatric HIV Infection
     
    . (PDF) Diakses pada 17 Januari 2006.

  74. ^ Department of Health and Human Services Panel on Clinical Practices for Treatment of HIV Infection. (October 6, 2005). Guidelines for the Use of Antiretroviral Agents in HIV-1-Infected Adults and Adolescents
     
    . (PDF) Diakses pada 17 Januari 2006.

  75. ^ Martinez-Picado, J., DePasquale, M. P., Kartsonis, N., Hanna, G. J., Wong, J., Finzi, D., Rosenberg, E., Gunthard, H. F., Sutton, L., Savara, A., Petropoulos, C. J., Hellmann, N., Walker, B. D., Richman, D. D., Siliciano, R. and D'Aquila, R. T. (2000). "Antiretroviral resistance during successful therapy of human immunodeficiency virus type 1 infection". Proc. Natl. Acad. Sci. U. S. A. 97 (20): 10948–10953. PubMed
     
    .

  76. ^ Dybul, M., Fauci, A. S., Bartlett, J. G., Kaplan, J. E., Pau, A. K.; Panel on Clinical Practices for Treatment of HIV. (2002). "Guidelines for using antiretroviral agents among HIV-infected adults and adolescents". Ann. Intern. Med. 137 (5 Pt 2): 381–433. PubMed
     
    .

  77. ^ Blankson, J. N., Persaud, D., Siliciano, R. F. (2002). "The challenge of viral reservoirs in HIV-1 infection". Annu. Rev. Med. 53: 557–593. PubMed
     
    .

  78. ^ Palella, F. J., Delaney, K. M., Moorman, A. C., Loveless, M. O., Fuhrer, J., Satten, G. A., Aschman, D. J. and Holmberg, S. D. (1998). "Declining morbidity and mortality among patients with advanced human immunodeficiency virus infection". N. Engl. J. Med. 338 (13): 853–860. PubMed
     
    .

  79. ^ Wood, E., Hogg, R. S., Yip, B., Harrigan, P. R., O'Shaughnessy, M. V. and Montaner, J. S. (2003). "Is there a baseline CD4 cell count that precludes a survival response to modern antiretroviral therapy?". AIDS 17 (5): 711–720. PubMed
     
    .

  80. ^ Chene, G., Sterne, J. A., May, M., Costagliola, D., Ledergerber, B., Phillips, A. N., Dabis, F., Lundgren, J., D'Arminio Monforte, A., de Wolf, F., Hogg, R., Reiss, P., Justice, A., Leport, C., Staszewski, S., Gill, J., Fatkenheuer, G., Egger, M. E. and the Antiretroviral Therapy Cohort Collaboration. (2003). "Prognostic importance of initial response in HIV-1 infected patients starting potent antiretroviral therapy: analysis of prospective studies". Lancet 362 (9385): 679–686. PubMed
     
    .

  81. ^ King, J. T., Justice, A. C., Roberts, M. S., Chang, C. H., Fusco, J. S. and the CHORUS Program Team. (2003). "Long-Term HIV/AIDS Survival Estimation in the Highly Active Antiretroviral Therapy Era". Medical Decision Making 23 (1): 9–20. PubMed
     
    .

  82. ^ Tassie, J.M., Grabar, S., Lancar, R., Deloumeaux, J., Bentata, M., Costagliola, D. and the Clinical Epidemiology Group from the French Hospital Database on HIV. (2002). "Time to AIDS from 1992 to 1999 in HIV-1-infected subjects with known date of infection". Journal of acquired immune deficiency syndromes 30 (1): 81–7. PubMed
     
    .

  83. ^ Becker SL, Dezii CM, Burtcel B, Kawabata H, Hodder S. (2002). "Young HIV-infected adults are at greater risk for medication nonadherence". MedGenMed. 4 (3): 21. PubMed
     
    .

  84. ^ Nieuwkerk, P., Sprangers, M., Burger, D., Hoetelmans, R. M., Hugen, P. W., Danner, S. A., van Der Ende, M. E., Schneider, M. M., Schrey, G., Meenhorst, P. L., Sprenger, H. G., Kauffmann, R. H., Jambroes, M., Chesney, M. A., de Wolf, F., Lange, J. M. and the ATHENA Project. (2001). "Limited Patient Adherence to Highly Active Antiretroviral Therapy for HIV-1 Infection in an Observational Cohort Study". Arch. Intern. Med. 161 (16): 1962–1968. PubMed
     
    .

  85. ^ Kleeberger, C., Phair, J., Strathdee, S., Detels, R., Kingsley, L. and Jacobson, L. P. (2001). "Determinants of Heterogeneous Adherence to HIV-Antiretroviral Therapies in the Multicenter AIDS Cohort Study". J. Acquir. Immune Defic. Syndr. 26 (1): 82–92. PubMed
     
    .

  86. ^ Heath, K. V., Singer, J., O'Shaughnessy, M. V., Montaner, J. S. and Hogg, R. S. (2002). "Intentional Nonadherence Due to Adverse Symptoms Associated With Antiretroviral Therapy". J. Acquir. Immune Defic. Syndr. 31 (2): 211–217. PubMed
     
    .

  87. ^ Montessori, V., Press, N., Harris, M., Akagi, L., Montaner, J. S. (2004). "Adverse effects of antiretroviral therapy for HIV infection.". CMAJ 170 (2): 229–238. PubMed
     
    .

  88. ^ Saitoh, A., Hull, A. D., Franklin, P. and Spector, S. A. (2005). "Myelomeningocele in an infant with intrauterine exposure to efavirenz". J. Perinatol. 25 (8): 555–556. PubMed
     
    .

  89. ^ a b c Ferrantelli F, Cafaro A, Ensoli B. (2004). "Nonstructural HIV proteins as targets for prophylactic or therapeutic vaccines". Curr Opin Biotechnol. 15 (6): 543–556. PubMed
     
    .

  90. ^ Laurence J. (2006). "Hepatitis A and B virus immunization in HIV-infected persons". AIDS Reader 16 (1): 15–17. PubMed
     
    .

  91. ^ Saltmarsh, S. (2005). "Voodoo or valid? Alternative therapies benefit those living with HIV"
     
    . Positively Aware 3 (16): 46. PubMed
     
    .

  92. ^ Nicholas PK, Kemppainen JK, Canaval GE, et al (February 2007). "Symptom management and self-care for peripheral neuropathy in HIV/AIDS"
     
    . AIDS Care 19 (2): 179–89. DOI:10.1080/09540120600971083
     
    Diakses pada 28 April 2008.

  93. ^ Liu JP, Manheimer E, Yang M (2005). "Herbal medicines for treating HIV infection and AIDS". Cochrane Database Syst Rev (3): CD003937. DOI:10.1002/14651858.CD003937.pub2
     
    Diakses pada 28 April 2008.

  94. ^ a b Irlam JH, Visser ME, Rollins N, Siegfried N (2005). "Micronutrient supplementation in children and adults with HIV infection". Cochrane Database Syst Rev (4): CD003650. DOI:10.1002/14651858.CD003650.pub2
     
    .

  95. ^ Hurwitz BE, Klaus JR, Llabre MM, et al (January 2007). "Suppression of human immunodeficiency virus type 1 viral load with selenium supplementation: a randomized controlled trial". Arch. Intern. Med. 167 (2): 148–54. DOI:10.1001/archinte.167.2.148
     
    Diakses pada 28 April 2008.

  96. ^ Power R, Gore-Felton C, Vosvick M, Israelski DM, Spiegel D (June 2002). "HIV: effectiveness of complementary and alternative medicine". Prim. Care 29 (2): 361–78 Diakses pada 28 April 2008.

  97. ^ (en) Hypothyroxinemia in acquired immune deficiency syndrome (AIDS).
     
    . Department of Radiation Medicine, University of Nigeria Teaching Hospital; Ezeala CC, Chukwurah E.. Diakses pada 18 Juli 2010.

  98. ^ (en) Hyperthyroidism stimulates mitochondrial proton leak and ATP turnover in rat hepatocytes but does not change the overall kinetics of substrate oxidation reactions
     
    . Department of Biochemistry, University of Cambridge; Harper ME, Brand MD.. Diakses pada 18 Juli 2010.

  99. ^ (en) Chemiosmotic Gradient: Generation and Maintenance
     
    . Department of Biochemistry & Cell Biology; Rice University. Diakses pada 18 Juli 2010.

  100. ^ UNAIDS (2006). "Annex 2: HIV/AIDS estimates and data, 2005"
     
    (PDF). 2006 Report on the global AIDS epidemic. http://data.unaids.org/pub/GlobalReport/2006/2006_GR_ANN2_en.pdf
     
    . Diakses pada 2006-06-08.
     

  101. ^ UNAIDS. (2001). Special Session of the General Assembly on HIV/AIDS Round table 3 Socio-economic impact of the epidemic and the strengthening of national capacities to combat HIV/AIDS
     
    . (PDF) Diakses pada 15 Juni 2006.

  102. ^ CDC. (1981). Pneumocystis Pneumonia — Los Angeles
     
    . CDC. Diakses pada 17 Januari 2006.

  103. ^ Reeves, J. D. and Doms, R. W (2002). "Human Immunodeficiency Virus Type 2". J. Gen. Virol. 83 (Pt 6): 1253–1265. PubMed
     
    .

  104. ^ Keele, B. F., van Heuverswyn, F., Li, Y. Y., Bailes, E., Takehisa, J., Santiago, M. L., Bibollet-Ruche, F., Chen, Y., Wain, L. V., Liegois, F., Loul, S., Mpoudi Ngole, E., Bienvenue, Y., Delaporte, E., Brookfield, J. F. Y., Sharp, P. M., Shaw, G. M., Peeters, M., Hahn, B. H. (2006). "Chimpanzee Reservoirs of Pandemic and Nonpandemic HIV-1"
     
    . Science Online 2006-05-25. PubMed
     
    doi:10.1126/science.1126531
     
    .

  105. ^ Cohen, J. (2000). "Vaccine Theory of AIDS Origins Disputed at Royal Society". Science 289 (5486): 1850–1851. PubMed
     
    .

  106. ^ Curtis, T. (1992). "The origin of AIDS"
     
    . Rolling Stone (626): 54–59, 61, 106, 108.

  107. ^ Hooper, E. (1999). The River : A Journey to the Source of HIV and AIDS (edisi ke-1st). Boston, MA: Little Brown & Co. hlm. 1–1070. ISBN 0-316-37261-7. 

  108. ^ Worobey M, Santiago ML, Keele BF, Ndjango JB, Joy JB, Labama BL, Dhed'A BD, Rambaut A, Sharp PM, Shaw GM, Hahn BH (2004). "Origin of AIDS: contaminated polio vaccine theory refuted". Nature 428 (6985): 820. PubMed
     
    .

  109. ^ Berry N, Jenkins A, Martin J, Davis C, Wood D, Schild G, Bottiger M, Holmes H, Minor P, Almond N (2005). "Mitochondrial DNA and retroviral RNA analyses of archival oral polio vaccine (OPV CHAT) materials: evidence of macaque nuclear sequences confirms substrate identity". Vaccine 23: 1639–1648. PubMed
     
    .

  110. ^ Centers for Disease Control and Prevention. (2004-03-23). Oral Polio Vaccine and HIV / AIDS: Questions and Answers
     
    . Diakses pada 20 November 2006.

  111. ^ UNAIDS (2006). "The impact of AIDS on people and societies"
     
    (PDF). 2006 Report on the global AIDS epidemic. http://data.unaids.org/pub/GlobalReport/2006/2006_GR_CH04_en.pdf
     
    . Diakses pada 2006-06-14.
     

  112. ^ Ogden, J. and Nyblade, L.. (2005). Common at its core: HIV-related stigma across contexts
     
    . (PDF) International Center for Research on Women. Diakses pada 15 Februari 2007.

  113. ^ a b c Herek, G. M. and Capitanio, J. P.. (1999). AIDS Stigma and sexual prejudice
     
    . (PDF) Am. Behav, Scientist. Diakses pada 27 Maret 2006.

  114. ^ Snyder M, Omoto AM, Crain AL. (1999). "Punished for their good deeds: stigmatization for AIDS volunteers". American Behavioral Scientist 42 (7): 1175–1192.

  115. ^ Herek GM, Capitanio JP, Widaman KF. (2002). "HIV-related stigma and knowledge in the United States: prevalence and trends, 1991–1999"
     
    (PDF). Am. J. Public Health. 92 (3): 371–377.

  116. ^ a b Greener, R. (2002). "AIDS and macroeconomic impact". di dalam S, Forsyth (ed.) (PDF). State of The Art: AIDS and Economics. IAEN. hlm. 49–55. 

  117. ^ Over, M. (1992). "The macroeconomic impact of AIDS in Sub-Saharan Africa, Population and Human Resources Department". The World Bank.

  118. ^ Duesberg, P. H. (1988). "HIV is not the cause of AIDS". Science 241 (4865): 514, 517. PubMed
     
    .

  119. ^ Papadopulos-Eleopulos, E., Turner, V. F., Papadimitriou, J., Page, B., Causer, D., Alfonso, H., Mhlongo, S., Miller, T., Maniotis, A. and Fiala, C. (2004). "A critique of the Montagnier evidence for the HIV/AIDS hypothesis". Med Hypotheses 63 (4): 597–601. PubMed
     
    .

  120. ^ Untuk bukti konsensis ilmu pengetahuan bahwa HIV menyebabkan AIDS, lihat:
    • O'Brien SJ, Goedert JJ (1996). "HIV causes AIDS: Koch's postulates fulfilled". Curr. Opin. Immunol. 8 (5): 613-8.
    • GalĂ©a P, Chermann JC (1998). "HIV as the cause of AIDS and associated diseases". Genetica 104 (2): 133-42.

  121. ^ Watson J (2006). "Scientists, activists sue South Africa's AIDS 'denialists'". Nat. Med. 12 (1): 6. DOI:10.1038/nm0106-6a
     
    .

  122. ^ Baleta A (2003). "S Africa's AIDS activists accuse government of murder". Lancet 361 (9363): 1105.

  123. ^ Cohen J (2000). "South Africa's new enemy". Science 288 (5474): 2168-70.

Bacaan lanjutan

  • (en) The HIV Life Cycle
     
    . (pdf) US Department of Health and Human Services. Diakses pada 21 Maret 2008.

Pranala luar